Kesempurnaan Kristiani
Karakter manusia dapat terbentuk dari lima institusi besar: keluarga, pendidikan, ekonomi, politik, dan agama. Berhadapan dengan realitas yang ada, orang kristiani selalu radikal dalam usaha pencarian dan pemaknaan hidup baru yang lebih baik. Disiplin melakukan latihan-latihan kebajikan kristiani dalam pencarian jatidiri mengindikasikan sebuah jalan menuju kesempurnaan kristiani: bersatu dengan Allah, Sang Sempurna.
Agar sempurna diperlukan sikap keterbukaan diri, pemberian diri, dan persembahan seluruh hasil terbaik dari perbendaharaan diri (talenta, daya batin dan indrawi) kepada Allah dan sesama. Andaikata kita memberi dengan cinta, maka dengan cinta pula kita akan menerima cinta dari hasil pemberian cinta tadi. Cinta itu murah hati, sabar, dan pengampun.
Orang kristiani yang telah dan sedang bergerak menuju kesempurnaan akan menyadari kehadiran Allah yang bersemayam dalam dirinya. Ia akan melihat dengan mata indera, mata budi dan mata batinnya, bagaimana Allah yang hadir dalam pengalaman hariannya walaupun sederhana dan kecil nilainya.
Selain itu, ia menjadi manusia sabda yang berani bicara kebenaran-keadilan dan juga mampu berbuat benar dalam pelayanan kasih. Mereka ini dengan rela dan setia melakukan kehendak Allah bahkan menjadi martir cinta, sebab salib dipandangnya sebagai saluran rahmat dan cinta. Inilah buah-buah cinta dari kesempurnaan kristiani.
Kontemplasi
Doa, persaudaraan, dan kerasulan (pelayanan) adalah bagian dari kontemplasi. Orang yang tidak berdoa tidak mengenal Allah, sebab di dalam doa ada relasi vertikal dan horizontal. Ada relasi pribadi-pribadi dengan Allah dan sesama. Allah juga dapat dikenal melalui persaudaraan cinta, dalam tegur sapa, pertolongan kepada sesama yang hina, terlupakan dan yang paling membutuhkan bantuan yang berada di sekitar kita. Alangkah bahagianya hidup bersaudara, sebab semua orang yang melakukan kehendak Allah, adalah saudara dan saudari dan ibu Yesus.
Persaudaraan dapat terjadi dalam doa, kerja, rekreasi, belajar, olahraga, ekaristi, makan bersama, dan lainnya. Jadi, persudaraan ada dalam keutuhan hidup manusia. Persaudaraan tersebut ditindaklanjuti dalam kerasulan. Orang kristen dipanggil untuk menyuarakan suara Allah “Cinta”, bersuara sebagai nabi zaman modern.
Kontemplasi adalah pengalaman yang kuat akan Allah dan mengubah hidup kita. Agar dapat sampai pada sikap kontemplasi, maka orang seharusnya menjaga dan menciptakan unsur keheningan lahir batin, keheningan diri dari dalam (batin) dan dari luar (lingkungan). Kontemplasi mengharuskan kita membagi-bagikan apa yang sedang kita kontemplasikan (buah-buah kontemplasi) itu kepada orang lain. Senyuman ramah, tutur kata kasih, menghibur orang, kebajikan-kebjikan kecil, dan sederhana, dan lainnya, adalah contoh kecil dari buah kontemplasi.
Askese
Matiraga fisik memang perlu tetapi bukan ukuran utama. Matiraga batin (bebas dan membebaskan diri dari segala kelekatan indrawi dan rohani) itulah yang memberi nilai tambah pada pribadi. Dalam hal ini, segala karya baik, jabatan, nama besar, reputasi, jasa, dan tanggungjawab, semuanya tidak diperhitungkan bahkan kita seharusnya merasa tidak memiliki apa-apa, tidak menginginkan apa-apa, rela dicap tidak berguna, siap ditinggalkan, rela disakiti, rela berkorban demi kebaikan orang lain.
Sikap askese dapat mengantar orang kepada sikap kontemplatif yang memberi semangat untuk bergerak menuju tujuan hidup yang ingin dituju dengan mendasarkan tindakannya pada moralitas kristiani.
Simpulan
Dengan menghayati nasihat Injil, regula dan konstitusi serikat/ordo, peraturan Gereja dan Pemerintahhingga ke tingkat akar rumput komunitas basis dan rukun tetangga (RT), akan menjadikan kita sebagai orang kristen plus, sebab dalam segala situasi kita menyadari kehadiran Allah yang cinta-Nya tak bertepi. Ciri dari orang kontemplatif adalah ia setia memanggul salib martir cinta dengan cinta, sebab Allah adalah cinta. Baginya, di mana ada cinta kasih di situ Tuhan ada; di mana tidak ada cinta kasih, buatlah cinta; cintailah maka Anda akan dicintai; sebab cinta hanya bisa dibalas dengan cinta. (*)