Kota Kupang. SEKOLAHTIMUR. COM – Kepala UPTD SMP Negeri 16 Kupang, Yohanes Suni, S.Pd., M.Pd., mengatakan bahwa akibat terjangan pandemi Covid 19 terhadap dunia pendidikan, proses pembelajaran dan peningkatan budaya literasi perlu mendapat perhatian serius. Menurutnya, dalam menghadapi situasi pandemi, pembiasaan literasi harus ditempuh dengan kolaborasi atau kerja sama dari guru ketika berada di sekolah dan dari orang tua ketika berada di rumah.
“Selama masa pandemi ini kita berharap bahwa orang tua bisa mendampingi anak di rumah, tetapi hasilnya kurang bagus karena mereka bukan guru dan kita harus pahami. Anak-anak juga kerja apa adanya dan hanya sedikit anak yang bertanggung jawab serta kerja dengan sungguh-sunguh, sehingga memang menjadi sulit tatkala materi itu tidak dijelaskan oleh gurunya. Jadi anak setelah diberikan bahannya dan dibaca, kemudian mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Memang itu tidak maksimal,” ungkapnya saat ditemui media ini, Rabu (20/04/2022).
Menyambung hal tersebut, Yohanes Suni menyarankan agar para guru memberdayakan kemajuan teknologi dengan cara dan inovasi yang lebih modern semisal rekaman suara bahkan video, sehingga siswa dapat memahami materi dan pembelajaran yang diberikan.
“Saya menyarankan kepada teman-teman, coba buat seperti rekaman lalu dikirim dalam bentuk voice note dan juga video supaya materinya dapat dijelaskan. Namun dari keseluruhan guru, hanya sebagian kecil saja yang melakukannya, padahal bahwa siswa tidak tau apa-apa dan tidak perlu bertanya lagi, ditambah lagi siswa malas belajar dan kurang perhatian dari orang lagi, maka lengkaplah sudah penderitaan anak ini selama pandemi Covid 19,” ungkapnya.
Di waktu yang sama, lanjutnya, ia pernah melakukan survei terhadap waktu belajar mandiri anak saat berada di rumah, ternyata hanya sebagian kecil anak yang punya niat untuk meluangkan waktunya untuk belajar dan membaca.
Begitu pun juga dengan di sekolah, kesempatan yang diberikan selama kurang lebih 30 menit untuk membaca, tidak dimanfaat siswa untuk menambah wawasannya tetapi malah memilih menghabiskan waktunnya dengan bermain saja.
“Pengalaman saya terhadap belajar mandiri anak, saya punya survei terhadap waktu belajar anak di rumah. Anak yang punya waktu sendiri dan mengatur waktunya untuk belajar di rumah itu, dengan kata lain kita beri dia waktu untuk membaca apa saja yang bisa dibaca entah itu koran atau buku, ternyata anak yang punya kesempatan dan ada niat membaca itu tidak sampai 0,4%. Itu artinya anak-anak tidak ada kebiasaan membaca,” jelasnya.
“Tadi pagi, waktu saya pergi ke kelas-kelas dan ada kelas yang gurunya tidak ada ternyata anak-anak hanya bermain-main saja, padahal buku ini ‘meluap’ di perpustakaan, mau literasi, mau buku yang sesuai mata pelajaran lengkap di situ. Kalau orang ada niat untuk belajar, itu pasti ia merasa rugi kalau hari ini dia belum membaca dan kalau gurunya tidak masuk pasti dia marah, tapi ini malah mereka senang karna waktunya dipakai untuk bermain-main,” tambahnya.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain di luar Kota Kupang, sarana dan prasarana yang dapat diakses untuk menunjang literasi di Kupang sangat memadai. Ia melanjutkan, guru-guru harus hadir di kelas untuk mengawasi siswa agar mereka dapat memanfaatkan waktu 30 menit untuk berliterasi dengan membaca buku atau belajar dari video dan rekaman yang telah disiapkan oleh guru.
“Kalau kita lihat sekolah-sekolah di tempat lain dan di Kota Kupang ini literasinya masih sangat rendah, padahal dari segi sarana dan akses informasi, Kota Kupang memiliki akses yang cukup bagus. Semua sekolah melaksanakan program literasi yang sama yakni mengawali KBM dengan literasi, tetapi pada akhirnya salah dimengerti oleh guru bahwa literasi berarti guru tidak perlu ada dan salah kaprah guru ada di sini. Seharusnya guru menyediakan video seputar materi pembelajaran, sehingga literasinya bisa jalan,” pungkasnya. (Yosi Bataona/ rf-red-st)