Kota Kupang, SEKOLAHTIMUR. COM – Selain sebagai bentuk nyata dari pikiran dan perasaan seseorang, kegiatan menulis juga dapat menjadi bahasa paling tulus untuk mengisahkan, menginspirasi dan menghadirkan seseorang yang telah tiada.
Hal ini seperti yang diungkapkan penulis buku kumpulan puisi berjudul “Semburat Rasa dari Kolong Langit”, Regesti Salomi Bauana. Menurutnya, dengan menulis puisi, ia dapat mengisi ruang kosong di hatinya akan sosok seorang ibu.
“Saya suka sekali menulis. Khusus menulis puisi, saya sudah menekuninya sejak tahun 2020. Awalnya saya berpikir bahwa puisi saya cuman hayalan belaka dan tidak akan menghasilkan apa-apa,” ungkapnya dalam sebuah wawancara bersama media ini di Kupang, Sabtu (08/07/2023).
“Momen yang benar-benar membuat saya menulis puisi adalah tentang ibu saya. Saya punya kenangan kosong tentang seorang ibu. Jadi, saya kehilangan ibu saya sejak berumur 10 bulan. Kekosongan itulah yang saya cari. Jadi dengan menulis, bukan untuk diri saya atau orang lain, tetapi untuk ibu saya,” lanjut Esty, sapaan akrab Regesti.
Ia mengisahkan bahwa dalam proses kreatif menulis puisi, ibu adalah satu-satunya tokoh inspiratif dan menjadi alasannya untuk menulis puisi sekaligus yang membuatnya begitu mencintai puisi.
“Di buku ini, pada puisi ke-2, saya menulis puisi tentang ibu saya. Ibulah yang menginspirasi saya untuk menulis puisi. Awalnya saya menulis puisi, mengalir begitu saja, bahkan saya seringkali tidak percaya diri. Namun, dari sosok ibu itulah saya mencintai puisi dan belajar dari penyair-penyair lain seperti, Sapardi dan Joko Pinurbo,” ujarnya.
“Kalau boleh dikatakan, bahwa awal mulanya saya menulis itu dari ibu. Bagaimanapun dan apapun yang saya tulis, ujung-ujungnya semua pasti tentang ibu. Selain itu, saya juga tidak pernah bermimpi untuk menghasilkan karya ini, namun ketika saya bergabung dengan teman-teman di komunitas menulis, merekalah yang selalu mendukung dan memotivasi saya sampai jadilah buku ini,” jelas Esty.
Lebih lanjut, Esty mengungkapkan bahwa hampir seluruh isi di dalam buku tersebut mengisahkan tentang pengalaman hidupnya dan umumnya karya-karya tersebut lahir di malam hari.
“Buku ini ada 100 puisi, dengan beragam temannya. Yang pastinya buku ini tentang kisah hidup saya dan pengalaman bersama orang-orang di sekitar saya. Bagaimana seseorang fight untuk kehidupannya,” ungkapnya.
“Hampir semua puisi ini lahir di malam hari. Saya suka sekali membuat puisi di tengah malam, karena saat itu suasana sangat nyaman, sepi dan jauh dari kebisingan, sehingga saya bisa dengan leluasa menuangkan ide saya,” tambahnya.
Memahami dan Mengenal Orang Lain
Esty mengungkapkan, menulis puisi dapat membawa seseorang untuk dapat memahami dan mengenal orang lain, sekaligus menjadi motivasi dan inspirasi bagi banyak orang. Di samping itu, puisi adalah sebuah karya yang unik dan dapat meningkatkan penalaran kritis seseorang.
“Bagi saya menulis itu menghasilkan sebuah ide yang bersifat abstrak dan menjadi nyata dalam sebuah tulisan. Ide yang ada di kepala dan tidak dapat dibaca oleh siapapun, lalu dituangkan dalam tulisan dan akhirnya bisa dibaca oleh orang lain. Ternyata pikiran orang bisa dibaca melalui buku dan bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang,” ujarnya.
“Bagi saya puisi itu sebuah tulisan yang sangat unik. Karena tidak secara langsung menyampaikan makna atau tujuan dari sebuah tulisan, tetapi mengunakan bahasa-bahasa yang membuat pembaca itu lebih berpikir kritis tentang maksud dari penulis. Jadi, saya suka puisi karena selain unik, juga butuh pikiran kritis untuk memahaminya,” terangnya.
Ia berharap agar masyarakat pembaca dan secara khusus untuk generasi muda agar terus-menerus meningkatkan budaya membaca dan keterampilan dalam menulis, karena dengan membaca dan menulis, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang pintar, unggul dan kritis.
“Sebenarnya saya sangat menyukai dunia literasi, yakni dunia membaca dan menulis, karena bagi saya semua pengetahuan dan ilmu berasal dari membaca dan menulis. Untuk generasi muda, beberapa waktu lalu saya membaca bahwa Indonesia menjadi negara yang gawat membaca,” ungkap Esty.
“Saya berpikir kalau generasi muda ke depannya bisa membudayakan membaca dan menulis, saya yakin bahwa kita akan memiliki generasi-generasi yang cerdas, kritis dan menjadi pemimpin-pemimpin yang luar biasa untuk bangsa ini. Jadi saya cuman mau berpesan, mari kita budayakan literasi untuk generasi yang bertransformasi. Ke depannya kita akan punya masa depan bangsa yang sehat, punya wawasan luas dan lebih maju lagi,” pintanya. (Yosi Bataona/rf-red-st)