Di pinggir jalan salib, di tengah keramaian khalayak, di dalam keheningan batin yang mendalam, adalah Maria sedang bergelut dalam diamnya. Jiwanya hancur luluh tersayat sembilu melihat sengsara Puteranya di jalan salib.
Mereka bertukar pandangan penuh kasih dan haru, saling menghibur dengan pengertian. Tuhan mendapat penghiburan yang paling mesra dari Bunda-Nya. Melihat sengsara perih itu, Maria Bunda dalam hatinya berkata:
“Anakku, mengapa mati-Mu kian ngeri,
membawa dukalara,
lihatlah ibu-Mu.
Kau tinggalkan sepi dalam derita.
Oh salib duri cemeti,
Kau telah merenggut,
Putera Tunggal dari dekapan dadaku.
Aku ini hamba Tuhan, jadilah kehendak-Mu” (bdk. Luk. 1: 38).
Memang lebih baik menjadi hamba dan pelayan Tuhan yang melayani dengan setia dan jujur daripada menjadi pejabat tamak. Lebih baik menjadi burung kecil yang berkicau mazmur di Bait Allah (bdk. 1 Kor. 6: 19) daripada berbaring di ranjang juragan loba.
Setia kepada pemimpin yang kuat dan berkuasa, itu lebih mudah daripada setia kepada teman yang namanya jelek dan dimusuhi banyak orang, korban keangkuhan penguasa. Setiap orang yang menjumpai Yesus pada jalan salib kehidupannya, jiwanya akan ditembusi sebilah tombak yang namanya salib.
Menjadi putera Maria berarti sungguh-sungguh sebagai “pembawa Kristus” sambil menyalurkan rahmat Kristus ke dunia. Sebagaimana Maria, kita pun harus memiliki kepekaan terhadap salib penderitaan orang lain, terhadap perasaan dan kebutuhannya. Karena pelayanan yang kita berikan kepada orang yang paling hina, itu kita lakukan untuk Tuhan (bdk. Mat. 25: 35, 40). Adakah kita peduli dengan mereka?
Alangkah bahagianya bila kita mempunyai ibu, orang tua, sanak saudara, keluarga dan sahabat yang penuh pengertian seperti Maria. Memiliki jiwa seperti Maria, berarti ikut ambil bagian bukan hanya dalam kesenangan pesta Kana tetapi juga memikul beban salib kewajiban biar hanya secara rohani.
Ibu adalah pemimpin dan pelayan dalam keluarga. Berbahagialah setiap wanita yang mempunyai hati seorang ibu yang berbelaskasih. Inilah panggilan kita “melayani Kristus” seperti Maria, Ibu kita. (*)