Pendidikan Agama Katolik: Dasar Pembentukan Karakter Siswa

0
115
Oleh Meltom Charlos Lake, S.Pd., Guru SMK Negeri 5 Kupang

Istilah pendidikan karakter mulai diperkenalkan ketika bangsa Indonesia mengalami krisis multidimensional, pendidikan dituding gagal dalam menciptakan sumber daya manusia berkualitas. Berbagai upaya dilakukan untuk memperbaiki kualitas, seperti pembaruan kurikulum, peningkatan anggaran atau standardisasi kompetensi pendidikan. Pedidikan karakter diartikan sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri, masyarakat dan lingkungannya (Zubaedi, 2011).

Tak dipungkiri, tidak semua orang muda Katolik usia pelajar mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah Katolik. Banyak dari mereka bersekolah di sekolah Kristen Protestan dan sekolah Negeri. Mereka yang bersekolah di luar sekolah Katolik mengalami kendala berkaitan dengan nilai pelajaran agama. Mereka minoritas, kadang di sekolah-sekolah itu tak tersedia guru agama Katolik, sehingga terpaksa mereka mengikuti pelajaran agama yang ada disitu. Beruntunglah bagi pelajar Katolik yang di sekolahnya yang ada guru agama Katolik.

Integrasi nilai-nilai Katolik dalam kehidupan sehari-hari dapat diterapkan dengan menghubungkan nilai-nilai Katolik dengan mata pelajaran lain seperti sejarah, bahasa, atau ilmu pengetahuan. Misalnya, mengkaji tokoh-tokoh Katolik yang memiliki kontribusi besar dalam bidang ilmu pengetahuan. Disamping itu, perlu dilakukan kegiatan ekstrakurikuler yang melibatkan peserta didik dalam kegiatan ekstrakurikuler bernuansa religius, seperti paduan suara gereja; kegiatan amal; mengunjungi panti asuhan; melaksanakan kegiatan rekoleksi dan retret bersama guru, pegawai dan peserta didik; dan keterlibatan siswa dalam berbagai kegiatan rohani di sekolah

Di lingkungan sekolah perlu juga melakukan kegiatan yang kondusif bagi pertumbuhan iman, dengan membuat satu buku yang berisikan gambar-gambar tokoh agama Katolik yang di bagikan ke siswa, kutipan-kutipan inspiratif yang penuh motivasi, dan mengadakan ibadat atau doa bersama setiap minggu pertama dan ketiga dalam setiap bulan.

Pembelajaran yang kreatif dan interaktif dapat dilakulan dengan cara. Pertama, metode pembelajaran variatif, seperti diskusi kelompok, presentasi, role-playing, atau studi kasus. Kedua, membuat media pembelajaran modern. Manfaatkan teknologi seperti video, presentasi melalui media power point atau aplikasi pembelajaran untuk membuat pelajaran agama menarik.

Ketiga, melaksanakan kunjungan edukasi di luar sekolah. Mengajak peserta didik mengunjungi tempat-tempat ibadah, panti asuhan, atau komunitas yang membutuhkan untuk mempraktikkan nilai-nilai kasih dan kepedulian. Keempat, pengadaan pelatihan secara berkala untuk meningkatkan kompetensi guru agama dalam bidang pedagogik, psikologis, dan materi agama melalui kegiatan yang diselenggarakan sekolah maupun MGMP agama Katolik.

Guru Agama Katolik adalah profesi di mana seorang pendidik memiliki tugas khusus untuk mengajarkan ajaran agama Katolik kepada peserta didik. Ia berperan penting dalam membentuk karakter dan iman peserta didik agar tumbuh menjadi pribadi beriman dan berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai ajaran Katolik.

Profesi saya sebagai guru agama Katolik di SMK Negeri 5 Kupang, membawa kesadaran bahwa saya sebagai pendamping bagi siswa dalam perjalanan imannya. Karenanya, saya harus bisa menjadi pewarta injil yakni sebagai Guru agama Katolik dengan tugas sebagai pewarta Injil Yesus Kristus yang menyampaikan pesan-pesan spiritual dan moral yang terkandung dalam Alkitab. Guru agama membantu peserta didik untuk memahami dan mempraktikkan ajaran Katolik dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai teladan bagi siswa melalui tindakan dan perkataan yang baik, dapat menunjukkan bagaimana seharusnya seorang Katolik hidup.

Situasi dan konteks di sekolah tempat saya mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di kels X, XI dan XII dapat dirangkum dalam kalimat: Keberagaman Siswa. Saya memiliki siswa yang aktif mengikuti pelajaran dan juga ada siswa yang tidak aktif mengikuti pelajaran. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan siswa akan ajaran agama Katolik, dalam artian siswa hanya belajar agama Katolik di sekolah dan ketika selesai jam pembelajaran di sekolah mereka tidak lagi mendapat pengajaran/pendampingan lanjutan tentang agama di luar sekolah. Juga banyak siswa yang pada hari Minggu dan hari raya ada yang tidak ke gereja sehingga ketikaditanyakan tentang liturgi gereja pada saat perayaan ekaristi, hanya beberapa siswa yang bisa menjawab.

Melihat kebiasaan siswa Katolik di sekolah saya ini, ada beberapa hal yang menjadi perhatian khusus baik itu dari para guru agama Katolik maupun dari orang tua siswa untuk memampukan peserta didik menjalani proses pemahaman, pergumulan dan penghayatan iman dalam hidup keseharian dengan melibatkan diri dalam berbagai kegiatan di Gereja atau dilingkungan tempat tinggal. Dengan demikian, proses ini mengandung unsur pemahaman iman, pergumulan iman, penghayatan iman dan hidup nyata. Proses semacam ini diharapkan semakin memperteguh dan mendewasakan iman dari peserta didik. (Editor: Patrisius Leu, S.Fil./rf-red-st)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini