Buku Bacaan untuk Anak-Anak Korban Erupsi Gunung Lewotobi

0
55
Anak-anak penerima bantuan buku bacaan di tempat pengungsian.

Flores Timur, SEKOLAHTIMUR.COM – Lusia Margareta Futa (11) membolak-balik buku “Book of Hope” yang baru diterimanya. Siswa kelas 5 SDK Duang yang saat ini mengikuti pembelajaran di SDK Hewa bersama 65 temannya dari SDK Duang terlihat senang mendapat buku bacaan. Ertin tidak peduli dengan teman-temannya yang sedang bermain bola  voli tetapi serius melahap isi bacaan tersebut.

Erupsi gunung Lewotobi laki-laki Sabtu (01/01/2024) memaksa Lusia Margareta Futa bersama keluarganya harus mengungsi di desa Hewa, Kecamatan Wulanggitang. Keluarganya yang berjumlah 6 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka di kampung Duang, desa Nawokote. Desa ini masuk dalam raidus sektoral 5 km sehingga menjadi zona merah gunung api Lewotobi.

Selama mengungsi, Ertin dkk. tidak bisa ke sekolah mereka di Duang. Ketika masa libur semester ganjil berakhir, mereka masih tetap di tempat pengungsian. Bersyukur, Ertin bersama teman-temannya yang mengungsi ke Hewa bisa mengikuti pembelajaran di SDK Hewa.

“Kami masuk sekolah di sini sejak Senin. Saya senang karena bisa bertemu dan bermain dengan teman-teman lagi. Sekarang saya sudah tidak takut lagi,” ujar Ertin, sapaan Lusia Margareta Futa.

Ertin bercerita bahwa sejak mengungsi, keluarganya mendapat bantuan. Tetapi baru kali ini ia mendapat buku bacaan. Ia sangat senang dan berterima kasih atas bantuan buku bacaan yang diberikan.

“Selama ini kami selalu dapat beras, mi. Tetapi baru kali ini saya dapat buku begini. Terima kasih karena sudah membantu kami,” ujar Ertin. Ketika ditanya apakah ingin mendapat buku bacaan seperti ini lagi, Ertin hanya tersenyum sambil mengangguk, tanda setuju.

Bahan bacaan yang diterima Ertin dan anak-anak korban erupsi gunung Lewotobi laki-laki di SDK Hewa pada Jumat (19/01/2024) merupakan donasi dari Gerakan Kebaikan. Menurut Yohanes Vianey Moa, relawan Gerakan Kebaikan, komunitas ini merasa prihatin dengan bencana alam yang dialami masyarakat di pengungsian terkhusus anak-anak sekolah. Mereka adalah kelompok yang rentan sehingga perlu mendapat perhatian.

“Kami turut prihatin. Ketika gunung api Lewotobi ini meletus, anak-anak merupakan kelompok yang rentan sehingga perlu mendapat perhatian juga,” ungkap Yance Moa, sapaan Yohanes Vianey Moa.

Lebih jauh koordinator Asidewi Flores ini menjelaskan bahwa sumbangan buku ini dimaksud sebagai bentuk rangsangan bagi anak-anak usia sekolah yang terdampak bencana alam erupsi gunung Lewotobi untuk mengisi waktu di tempat pengungsian dengan membaca buku.

“Buku yang diberikan merupakan bentuk rangsangan terhadap adik-adik usia pelajar di camp pengungsian untuk dapat mengisi waktu dengan membaca buku edukasi rohani,” jelas Yance Moa.

Buku tersebut merupakan bacaan rohani (Katolik) dan cocok untuk anak-anak usia sekolah dasar. Selain di Hewa, bahan bacaan tersebut juga diberikan kepada anak-anak di posko kantor Camat, posko Konga, dan pengungsi di rumah-rumah penduduk di dusun Klobong, desa Boru.

“Kita berusaha untuk membantu semua anak yang menjadi korban erupsi gunung Lewotobi. Bila ada yang belum terjangkau akan kami datangkan lagi pada kesempatan berikut. Semoga anak-anak senang membaca buku tersebut,” ucap Yance Moan.

Siswa yang terdampak erupsi gunung Lewotobi yang mengungsi ke desa Hewa untuk sementara mengikuti pembelajaran SDK Hewa. Kepala SDK Hewa, Maria Rosalia Sabu Soge, S.Pd menjelaskan bahwa ada 83 siswa terdampak erupsi gunung Lewotobi yang sekolah di SDK Hewa. Mereka berasal dari SDK Duang 65 anak, SDN Bawalatang 7 anak, SDI Jongwolor 5 anak, SDK Watobuku 1 anak, SDI Tabana 2 anak, SDK Kemiri 1 anak, SDI Wolorona 2 anak.

“Di sekolah kami ada 83 siswa terdampak erupsi Lewotobi. Mereka mengungsi Bersama keluarga ke desa Hewa sehingga kita terima mereka untuk belajar bersama anak-anak kami di sini. Anak-anak juga sangat senang belajar di sini,” jelas Rosalia.

Salah satu anak sedang membaca buku.

Kepala SDN Bawalatang, Theresia Ose Bolen Tukan, S.Pd menjelaskan bahwa pembelajaran di sekolah mereka ditutup sejak terjadi erupsi gunung Lewotobi. Siswa di SDN Bawalatang berjumlah 95 orang. Mereka mengikuti keluarga mengungsi di beberapa tempat yaitu Boru, Hewa, Pululera, Waiula, Boru Kedang.

“Sejak awal semester ganjil ini, pembelajaran di sekolah kami tidak berjalan. Sekolah ini kan masuk dalam zona merah sehingga harus ditutup. Anak-anak kami semua mengungsi bersama keluarga. Yang ada di Hewa sini 7 orang. Kami ucapkan terima kasih untuk donator yang sudah memberikan buku bacaan bagi anak-anak kami. Semoga dengan membaca buku cerita ini anak-anak bisa merasa senang dan tidak stres dengan situasi saat ini,” ujar Esi Tukan, sapaan Kepala SDN Bawalatang.

Hingga Sabtu (20/01/2024) aktivitas gunung api Lewotobi laki-laki masih pada level IV dan berstatus awas. Zona bahaya pun diperluas menjadi 6 kilometer. Karena itu masyarakat dilarang beraktivitas dalam radius tersebut karena akan mengancam keselamatan.

Desa-desa yang masuk dalam zona bahaya adalah Nawakote, Boru (dusun Podor), Hokeng Jaya, Klatanlo di kecamatan Wulanggitang, dan Dulipali, Nobo, Nurabelen, Riang Rita di kecamatan Ile Bura. Penjabat Bupati Flores Timur telah menetapkan status tanggap darurat bencana alam erupsi gunung Lewotobi. Status tanggap darurat tersebut tertuang dalam surat dengan nomor BPBD.400.9.10.2/004/BID.KL/I/2024. Status tanggap darurat ini berlaku selama 14 hari terhitung sejak tanggal 14 hingga 24 Januari 2024. (Gerardus Kuma/rf-red-st)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini