
Kota Kupang, SEKOLAHTIMUR.COM – Kepala Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Herdiana, S.T., MBA., menyampaikan, hingga tahun 2024 persoalan rapor pendidikan di NTT masih tetap mengacu pada penuntasan kompetensi dasar literasi, numerasi, dan karakter.
“Secara umum, Indonesia tetap fokus pada penuntasan tugas Standar Pelayanan Minimal (SPM) pendidikan, itu masih belum tuntas, apalagi NTT. Ketika SPM saja belum, bagaimana untuk peningkatan lebihnya. Karena di tahun 2023 baru tiga yang dikatakan tuntas, itu pun standar ketuntasannya hanya pada nilai 60-an, bisa jadi tahun ini mereka turun, kita tidak tahu,” ujar Herdiana kepada media ini, Kamis (18/01/2024) di ruang kerjanya.
“SPM indikatornya ada pada rapor pendidikan, sekitar 160-an indikator. Itu tetap jadi konsen di 2024. Fokus utamanya pada penuntasan kompetensi dasar literasi, numerasi dan karakter. Itu yang masih kita lanjutkan,” terangnya.
Lebih lanjut, Herdiana mengungkapkan, tahun ini BPMP akan lebih meningkatkan sinergitas bersama pemerintah daerah mengembangkan efektivitas dan efisiensi program merdeka belajar yakni ikut mempersiapkan sekolah menuju sekolah penggerak, IKM dan perhatian kepada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
“Di tahun ini, ada beberapa program yang akan kami coba yakni Program Sekolah Penggerak (PSP) yang kita bina dan dampingi selama 3 atau 4 tahun. Bukan berarti yang kita bina itu otomatis jadi sekolah penggerak, tapi kami hanya membantu mempersiapkan saja. Berkaitan dengan IKM yang sudah banyak praktik baik supaya bisa berlanjut, kami ingin mengkomunikasikan dengan orang tua dan mendapat tanggapan baliknya. Itu kami sementara mencari bentuknya seperti apa,” tandasnya.
“Ada juga program sekolah sehat. Sekarang akan lebih masif lagi dikampanyekan Gerakan Sekolah Sehat (GSS). Dulu hanya 3 sehat; gizi, imunasi dan fisik, sekarang ditambah lagi sehat lingkungan dan mental. Sekarang banyak ditemukan kasus pada mental anak, karena perkembangan gadget dan kesibukan orang tua. Ada juga sekolah inklusif bagi ABK. Di tahun ini kami bersama pemerintah daerah tolong agar memfasilitasi sekolah-sekolah membuka fasilitas inklusif supaya ABK bisa belajar bersama siswa yang lain dan tidak ada pemisahan apalagi dikucilkan,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Hendriana, pihaknya mengupayakan agar terus meningkatkan 3 kompetensi dasar tersebut yakni dengan menuntaskan persoalan masih banyaknya anak yang belum bisa membaca, memahami teks bacaan dan sampai pada pembentukan kebijakan pemerintah daerah yang membudidayakan praktik baik serta hal-hal positif lainnya.
“Tugas khusus NTT bisa dikatakan masih pra-literasi, karena masih banyak siswa kita yang belum bisa membaca. Komunikasi terakhir, sudah banyak sekolah yang fokus perhatian agar semua anaknya bisa membaca, lalu dapat memahami isi bacaan itu,” ungkapnya.
“Itu harus menjadi kebutuhan dasar sekolah. Misalnya Manggarai Barat yang fokus pada destinasi pariwisata super prioritas, agar saat berkomunikasi dengan warga asing, tidak ada anak kita yang belum bisa bicara ataupun membaca. Ini sudah menjadi hal baik yang harus dibuat kebijakannya (pergub) dan praktik-praktik baik yang kita punya harus dilembagakan,” harapnya.
Hendriana juga menuturkan, sinergitas bersama pemerintah daerah penting untuk desentralisasi pendidikan, yang saling mendukung dan berbagi hal-hal baik demi kemajuan mutu pendidikan.
“Yang penting adalah sinergi. Kita selalu mendukung program yang dibutuhkan oleh daerah. Sebelum mereka merancang program, kami sudah memberi tahu bahwa persoalan rapor pendidikan mereka ini yang harus diperhatikan. Kami tidak hanya mengadvokasi tetapi kami juga memberikan masukkan mengenai hal-hal yang belum disentuh,” ujarnya.
“Begitu juga pada tataran nasional, ada praktik-praktik baik di daerah-daerah lain yang bisa diadopsi, itu kita sampaikan. Bukan berarti kita membawa program pusat untuk dijalankan di daerah,” pungkasnya. (Yosi Bataona/rf-red-st)