Kendala dan Inovasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

0
772
Oleh Marthen Bees, S.Pd., Gr., Guru SMPN Matpunu, Kab. TTS, NTT.

Sebagai guru Bahasa Indonesia tingkat SMP di daerah pedesaan, saya mengemban tanggung jawab besar untuk menanamkan kecintaan dan penguasaan terhadap bahasa nasional kita. Bahasa Indonesia bukan sekadar mata Pelajaran, Bahasa Indonesia adalah jembatan komunikasi, identitas bangsa. Namun, dalam praktik keseharian di ruang kelas, saya sering berhadapan dengan beragam permasalahan yang tak jarang mengikis optimisme dan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran.

Permasalahan yang Saya Hadapi

Pertama, bagi sebagian orang beranggapan bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia itu sulit dipahami atau justru terlalu mudah dan kurang menarik. Paradoks inilah yang sering muncul bagi sebagian peserta didik, tata bahasa yang rumit, ejaan yang ketat, atau struktur kalimat yang baku terasa membingungkan dan tidak relevan dengan bahasa sehari-hari mereka.

Di sisi lain, bagi sebagian besar peserta didik, karena Bahasa Indonesia adalah bahasa ibu, mereka cenderung menganggap remeh sehingga minat dan motivasi belajar sangat rendah. Konsekuensinya, banyak peserta didik yang kurang serius dalam memahami kaidah dasar, seperti penulisan paragraf yang runtut, penggunaan imbuhan yang tepat, atau kemampuan menyimpulkan isi bacaan. Mereka seringkali lebih nyaman dengan bahasa percakapan sehari-hari atau bahasa gaul yang sering digunakan pada saat berkomunikasi di rumah bahkan Ketika berada di sekolah yang pada akhirnya menghambat penguasaan dan pengunaan Bahasa Indonesia formal yang baik dan benar dalam situasi-situasi yang resmi.

Kedua, peserta didik bermasalah dalam aspek-aspek tertentu. Banyak peserta didik menunjukkan kesulitan signifikan dalam keterampilan menulis, terutama saat harus merangkai ide secara logis dan koheren. Mereka kesulitan memulai, mengembangkan argumen, atau bahkan menggunakan kosakata yang variatif.  Dalam keterampilan berbicara, kepercayaan diri peserta didik seringkali rendah, membuat mereka enggan berpartisipasi dalam diskusi atau presentasi. Selain itu, kemampuan menyimak mereka juga seringkali kurang optimal, di mana informasi penting dari teks lisan sering terlewatkan. Latar belakang penggunaan bahasa daerah yang kuat di rumah bahkan terbawa sampai di sekolah juga menjadi faktor yang seringkali memengaruhi pelafalan dan struktur kalimat mereka dalam Bahasa Indonesia.

Strategi dan Pendekatan yang Saya Terapkan

  1. Pembelajaran Berbasis Proyek (PBL) dan Kontekstual

Saya mengubah fokus dari sekedar penyampaian materi teoritis menjadi pembelajaran berbasis proyek yang lebih kontekstual. Misalnya, untuk materi menulis teks prosedur, materi tentang iklan, slogan dan poster, peserta didik tidak hanya mencatat definisi, tetapi langsung membuat video tutorial atau poster sesuai dengan keinginan mereka. Untuk materi resensi buku, mereka tidak hanya membaca contoh, tetapi juga mereka diminta meresensi buku atau film favorit mereka. Pendekatan ini bertujuan untuk menunjukkan relevansi Bahasa Indonesia dalam kehidupan nyata dan meningkatkan kreativitas mereka.

  1. Pemanfaatan Media Digital dan Interaktif

Untuk mengatasi kejenuhan dan meningkatkan minat peserta didik, saya mulai aktif memanfaatkan media digital. Saya menggunakan video edukasi pendek dari YouTube, seperti cerpen mereka diminta mengamati tayangan video cerpen kemudian menganalisis unsur-unsur intrisnsik dari cerpen dalam bentuk video yang di amati, menulis kolaboratif sederhana baik itu puisi, cerita fantasi dan sebagainya. Saya mendorong peserta didik untuk menggunakan media sosial sebagai sarana berlatih  membuat iklan singkat dalam bentuk video dari produk jajanan yang mereka bawa di sekolah atau yang mereka miliki di rumah dengan menggunakan bahasa yang baik.

  1. Diferensiasi Pembelajaran dan Pendekatan Personal

Saya menyadari bahwa setiap peserta didik memiliki gaya belajar dan tingkat pemahaman yang berbeda. Oleh karena itu, saya mencoba menerapkan pembelajaran diferensiasi. Bagi peserta didik yang kesulitan, saya memberikan pendampingan lebih intensif atau materi pengayaan yang lebih sederhana. Sementara itu, bagi peserta didik yang sudah mahir, saya tantang dengan tugas yang lebih kompleks atau peran sebagai “tutor sebaya”. Pendekatan ini juga mencakup pendekatan personal, di mana saya berusaha mengenal karakter dan minat setiap peserta didik agar bisa memberikan motivasi yang tepat.

  1. Kolaborasi dan Diskusi Kelompok

Untuk meningkatkan keterampilan berbicara dan menyimak, saya menggunakan kolaborasi dan diskusi kelompok dalam menarik minat dan konsentrasi mereka dalam pembelajaran. Setiap peserta didik didorong untuk mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat teman serta belajar menghargai perbedaan. Saya juga melibatkan peserta didik dalam kegiatan bercerita atau membaca puisi di depan kelas untuk terus membangun kepercayaan diri mereka.

Hasil dan Perubahan yang Terjadi

  1. Peningkatan Minat dan Partisipasi

Hal pertama yang paling terlihat adalah peningkatan minat dan partisipasi peserta didik dalam diskusi kelompok mulai meningkat. Mereka menjadi lebih antusias saat mengikuti pembelajaran karena materi terasa lebih relevan dan metode yang digunakan lebih bervariasi. Ruang kelas menjadi lebih hidup dengan diskusi dan aktivitas kolaboratif yang dilakukan dengan metode yang tepat.

  1. Peningkatan Kualitas Keterampilan Berbahasa

Secara bertahap, kualitas keterampilan berbahasa peserta didik juga mulai menunjukkan perbaikan bahkan ada peningkatan dalam berkomunikasi meskipun belum semuanya sempurna. Tulisan mereka mulai menunjukkan struktur yang lebih baik, pilihan kata yang lebih tepat, dan ide yang lebih terorganisir. Kepercayaan diri dalam berbicara juga meningkat, terlihat dari partisipasi yang lebih aktif dalam diskusi dan presentasi hasil pekerjaan. Kemampuan menyimak juga sedikit membaik, di mana mereka sudah mulai fokus menangkap inti informasi dalam pembelajaran.

  1. Lingkungan Belajar yang Lebih Positif

Pembelajaran menjadi lebih positif. Peserta didik merasa lebih nyaman untuk bertanya, berpendapat, dan mencoba hal baru tanpa takut salah. Hubungan antara saya dan peserta didik juga menjadi lebih akrab dalam proses belajar.

Pesan untuk Sesama Guru

  1. Pahami Akar Masalah, Bukan Hanya Gejala

Jangan cepat menghakimi peserta didik yang kurang berminat. Coba gali lebih dalam akar permasalahannya. Apakah karena materi terlalu sulit dipahami oleh peserta didik, metode monoton, atau ada faktor lain di luar kelas yang memengaruhinya sehingga tidak  nyaman dalam pembelajaran.

  1. Fleksibilitas dan Keberanian Berinovasi

Guru harus memiliki fleksibilitas dan keberanian untuk berinovasi. Kurikulum adalah pedoman, bukan batasan mutlak. Jangan takut untuk mencoba hal baru atau metode baru, memanfaatkan teknologi apalagi zaman mereka sekarang ada di zaman serba digitalisasi, banyak media sosial yang bisa digunakan sebagai sarana dalam memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengekspresikan ide dan gagasan-gagasan mereka yang inovatif.

  1. Jadikan Pembelajaran Kontekstual dan Menyenangkan

Kunci utama adalah membuat pembelajaran kontekstual dan menyenangkan. Bahasa Indonesia bukan hanya tentang aturan, tetapi tentang bagaimana bahasa itu digunakan dalam kehidupan nyata. Libatkan peserta didik dalam proyek-proyek yang relevan dengan minat mereka.

  1. Sabar dan Konsisten

Perubahan tidak terjadi dalam semalam atau dalam sekejap mata. Diperlukan kesabaran dan konsistensi dalam menerapkan strategi baru, ada kalanya upaya kita tidak langsung membuahkan hasil, tetapi jangan pernah menyerah.

  1. Belajar dari Peserta didik dan Sesama Guru

Terakhir, selalu belajar dari peserta didik. Mereka adalah sumber informasi terbaik tentang apa yang bekerja dan tidak bekerja di kelas. Selain itu, jangan ragu untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman dengan sesama guru. Kolaborasi adalah salah satu kunci kekuatan untuk peningkatan pembelajaran di dalam kelas.

Bagi saya mengajar Bahasa Indonesia di SMP adalah sebuah perjalanan yang penuh tantangan, namun juga sarat dengan kepuasan. Dengan terus merefleksi, berinovasi, dan menjalin koneksi dan kolaborasi yang kuat dengan peserta didik dan rekan sejawat, kita dapat mengubah kendala menjadi peluang untuk menciptakan generasi yang cakap berbahasa dan bangga akan identitas bangsanya. (*)

—————–

Marthen Bees, S.Pd., Gr., sapaan akrabnya Ma’e, lahir di Soe, 22 Mei 1985. Saat ini tinggal di Soe, Kelurahan Soe, Kecamatan Kota Soe, Kab. TTS. Ia menyelesaikan studi sarjana tahun 2010 di Universitas PGRI NTT. Saat ini ia mengabdikan diri sebagai guru di SMPN Matpunu. Ia suka membaca dan menulis beberapa puisi serta cerpen. Moto hidupnya: “Tidak masalah jika kita berjalan dengan lambat, asalkan kita tidak pernah berhenti untuk berusaha”.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini