REMBULAN perlahan berpamitan, dan sang mentari mulai memancarkan cahaya keemasan dari ufuk timur, pertanda hari baru telah datang menjemput. Secerah mentari pagi, sedingin embun pagi, kusambut dan waktu menunjukkan pukul 06.30 WITA. Kulangkahkan kaki menuju rumah ilmu beratap biru sebagian dan perak yang berdiri kokoh ditengah rimbunan pohon duri.
Jajaran pohon dan rerumputan menyambut riang kedatanganku di titik tuju 100 11’ 4” LS dan 1230 33’ 0,3” BT di Kecamatan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Di tempat ini aku seperti di angkasa luas dimana jiwa menggepak bebas hati lepas menembus batas, hingga membawa imajinasi terbang melayang bersama anggan anggan untuk terus bermimpi seperti layaknya pemimpi.
Pukul 07.00 WITA bel sekolah berdering. Saatnya berkumpul untuk membuat barisan yang rapi. Puaskan asal untuk menikmati setiap prosesi, hormatkan setiap jengkal jari kepada Sang Saka Merah Putih dan para pahlawan yang telah gugur di medan perang dan mendengarkan amanat yang terucap walau membosankan.
Lari!
Push-up!
Jalan jongkok!
Berguling!
Tanam pohon!
Pikul batu, buat lapangan!
Baca buku, tulis, bicara lantang, bertanya sampai akarnya!
Sarapan pagi dan sarapan siang sebutnya. Beginilah kami diajarkan. Beberapa teman datang terlalu pagi hingga tak bisa masuk kelas dan memilih duduk sembari bercerita dongeng di hutan jati belakang sekolah. Ada beberapa teman yang duduk di depan kelas sembari menanti sang pemberi ilmu. Dan ada beberapa teman yang menikmati jam pelajaran dengan sepotong tempe goreng dan segelas es teh di kantin Bibi Ramli, samping kanan bawah di sudut berbatasan dengan kali mati.
Hahaha… Kantin Bibi. Markas bagi saya dan teman teman untuk bersembunyi dari kejaran guru ataupun satpam sekolah dan sekaligus markas bagi teman teman yang menikmati cinta monyet semasa berseragam putih biru -biru biru.
SMEKENSEVEN, sebutannya. Terkenal akan kedisiplinannya. Terkenal akan kerapihannya. Dan yang paling terkenal adalah gerakan PBB-nya.
Siap gerak!
Istirahat di tempat gerak!
Maju jalan!
Itu sering terdengar di telinga setiap jam pelajaran sekolah? Sudah sekian purnama tak bertemu entah masih sama seperti jaman saya atau tidak? Saya berharap masih sama. Dan sebuah ungkapan yang masih membekas di ingatan dari seorang guru killer: “Dipertemukan oleh ilmu dan dipisahkan karena masa depan.”
Hehehe… Maaf, Pak Patrisius Leu, saya sebutnya guru killer karena ganas pada masanya. Bercanda pak, hehehe… Ijinkan aku sejenak kembali bernostalgia mengumpulkan serpihan serpihan masa lalu yang sempat terserak. Rindu ingin rasanya berkumpul bersama teman-teman tercinta dan guru-guru tersayang sembari bercerita tentang pembinaan di hari kemarin, perjuangan hari ini, dan harapan pencerahan di hari esok. Tentang senior yang genit sama juniornya, tentang senior yang menjadi panutan junior dan masih banyak lagi cerita yang belum saya tuangkan dalam tulisan ini.
Sahabat-sahabatku tercinta dan guru-guruku terkasih. Memang kita sudah dipisahkan oleh jarak dan waktu dan mungkin mustahil untuk berkumpul kembali bersama seperti dulu lagi. Semoga saya dan kami ada dalam doamu, ada dalam ceritamu pada adik-adik kami yang terkemudian, dan kami alumni selalu kompak menjaga solidaritas dan soliditas dimana pun berada.
Semoga Tuhan yang sama yang dahulu kausebutkan dalam apel pagi, apel siang, dan upacara perpisahan kala itu, Dia jualah yang memberkati dan menuntun kita ke masa terbaik kita semua. SMEKENSEVEN, aku, dan kami Angkatan V, Angkatan Amburadul katanya, hehehe… mencintaimu sepanjang dirimu bertindak dalam kebenaran. Salam Waras! Salam Nusantara! SMK BISA! SMK OK! (Editor: Patrisius Leu, S.Fil./rf-red-st)


