Mentari pagi menyentuh lembut alang-alang rumah hingga tanah pijak. Suasana dalam rumah kecil cukup sibuk, yang uzur hingga belia. Mereka menantikan sesuatu. Hari itu senin, tanggal keduapuluh satu di bulan sembilan tahun 1981, seorang bayi dilahirkan tepat jam 08.09 menit. Bobot berat badannya sempat “dipertanyakan” para ibu yang membantu kelahirannya. Fisiknya sangat kecil dan tidak sempat menangis selama sejam.
Hari berganti hari keadaannya mulai berubah, perlahan-lahan mulai aktif menetek. Perubahan inilah yang membuat sang ibu merasa lega. Dengan segala cara dan asupan gizi yang natural kala itu, sang ibu dan ibu dari sang ibu setia merawat. Kelahiran sulung, menjadi pusat perhatian dan cinta kasih total.
Masa Awal Sekolah
Waktu terus bergerak, tak terasa bayi itu sudah sembilan tahun enam bulan. Saatnya Masri disapa, memasuki pendidikan sekolah dasar. Usia yang diyakini ideal waktu itu. Masri kecil bersama saudarinya (enu) Mia menjadi siswa angkatan pertama SD Negeri di desa Leong. Jarak tempuh dari rumah ke sekolah mencapai 12 km. Bulan pertama, belum sanggup berangkat sendiri ke sekolah, wajib dihantar orang tua sepanjang 4 km. Perjalanan ke sekolah cukup menantang, melewati kali besar. Bila musim hujan, sesekali dihantar oleh masing-masing orang tua siswa, kecuali kalau banjir bandang, mereka belajar di rumah saja, dan para guru memakluminya. Kami sangat rajin ke sekolah, hanya sakit dan halangan mendadak yang dapat menghalangi. Para guru mengetahuinya. Kebersamaan dengan enu Mia ke sekolah berlangsung tiga tahun, tahun keempat sudah bersama dengan adik angkatan.
Tanggal 6 Juni 1996, merupakan tanggal bersejarah. Saat kami dinyatakan Lulus SD Negeri Rejo. Aku menyandang predikat juara satu umum dan enu Mia juara tiga umum. Betapa gembiranya kami berdua, perjuangan enam tahun berbuah manis.
Setelah periode ini, ada satu moment yang membuat aku sangat sedih dan dilematis. Mamaku jatuh sakit berat. Kondisi waktu itu, aku dan ketiga adikku menangis terus di samping mama. Aku sempat berpikir, mama akan meninggalkan kami, sebab sakitnya parah sekali. Aku tidak memikirkan lagi melanjutkan ke SMP. Tuhan masih memberi kesempatan mama hidup.
Satu minggu berlalu, Mama mulai bersuara, bisa menelan seteguk air, dua tiga sendok makan. Hari demi hari, mama semakin membaik, betapa girangnya kami. Aku mulai memikirkan lanjut ke SMP danhal direstui mama dengan mengutus aku ke SMP. Aku mengajak enu Mia untuk bersama lagi ke SMP, sayangnya ia tidak direstui orangtuanya.
Awal Juli 1997, aku masuk ke SMP Negeri 1 Lamba Leda di Dampek, Kecamatan Lamba Leda. Minggu-minggu pertama di asrama selalu menangis ingat mama, adik- adik, oma Deta, dan Papa. Bila ada orang bepergian ke Dampek, kami sangat senang, karena bisa mengirim surat ke kampung. Begitu pun sebaliknya. Aku sudah kelas 3 SMP. Sebelum mengikuti ujian akhir, saya dan keempat temanku mengikuti tes masuk Seminari Menengah Yohanes Paulus II Labuan Bajo di Reo, selama dua hari. Hasilnya, aku satu-satunya yang lulus. Dan pada 1 Juni 1999, dinyatakan lulus SMP dengan nilai terbaik. Kami pun pulang ke kampung halaman masing-masing.
Suasana Baru di Seminari
Satu bulan, waktu yang cukup bagiku ada bersama keluarga di Munta, desa Leong (sekarang Desa Compang Weluk, Kecamatan Poco Ranaka). Saat inilah dipakai untuk melengkapi persyaratan masuk Seminari. Betapa bahagianya aku, melihat mama selalu tersenyum. Terpancar keceriaannya kala itu, sebagai pemantik semangatku. Awal Juli 1999, saya bergabung dengan para seminaris lainnya di Lembah Kompleks Semio Paul II Labuan Bajo. Selama tiga tahun kami ditempa pada aspek pengetahuan, afektik, psikomotorik, karakter yang kami gumuli bersama. Begitu pula dengan aspek pengembangan diri, kerohanian, olahraga, seni tari, seni musik, seminar ilmiah, dan lain-lain. Masuk kelas IV seminari adalah pilihan masing-masing siswa. Yang tidak mau masuk kelas IV, tidak perlu melamar ke seminari tinggi. Pada titik ini saya memilih untuk istirahat di kampung, karena harus merawat mama yang sakitnya kambuh.
Medio Juni 2002 hingga Juni 2003 aku menghabiskan waktuku di kampung, merawat mama dan membantu papa mengurus kebun, sawah dan ladang. Sesekali membaca buku sekadar refresh memori. Sebagai sulung, aku harus bertanggung jawab atas keberlangsungan hidup adik-adikku. Pada sisi inilah yang menguatkan aku terus melangkah ke jenjang pendidikan berikutnya.
Juli 2003, aku masuk Kelas Persiapan Atas (KPA) Seminari St. Paulus Mataloko, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada. Di sana menyelesaikan pendidikan dan pembinaan selama setahun. Kami berbaur bersama teman-teman dari berbagai daerah: daratan Manggarai umumnya, Ngada, Ende, Maumere, Sumba dan Timor. Setamat dari sana, aku memilih bergabung dengan Ordo Karmel di Novisiat Weruoret Nita-Maumere. Di Novisiat ini kami ditempa selama kurun waktu dua tahun. Saat itulah untuk pertama kali kami mendapat gelar Frater. Keseharian sberkutat dengan tiga aktivitas utama: berdoa, bekerja dan pengembangan diri.
Sebagai salah satu syarat dikukuhkan menjadi Frater Mahasiswa Ledalero dan menghuni komunitas Frater Wairklau – Maumere, kami harus mengikuti tes masuk universitas dan bebas dari penyakit. Berdasarkan hasil laboratorium RS Lela Maumere, saya salah satu Frater yang teridap penyakit Hepatitis (B). Sungguh menyakitkan. Aku menghadap Romo Kepala Biara memohon kebijaksanaan, sambil sama-sama menangis sedih Romo memelukku. “Frater Machik, (sapaanku), dengan berat hati dan penuh kesedihan, saya tidak bisa memberi dispensasi untuk Frater lanjutkan sekarang, tetapi kebijakan saya selaku Magister komunitas ini, Frater boleh rawat di luar dulu; kalau sudah sembuh, boleh kembali ke biara mendapat rekomendasi saya untuk bisa lanjut ke Ledalero tahun depan.” Demikian penguatan beliau. Sehari kemudian saya pamit pulang ke Manggarai. Dalam perjalanan, saya bertekad untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi.
Pejuang Kampus
Sebelum mendaftar ke perguruan tinggi, saya sudah membangun komunikasi dengan Romo Krisna, O.Carm., Magister Rumah Novisiat Karmel di Weruoret Maumere. Romo merekomendasikan kuliah di STKIP St. Paulus Ruteng jurusan Teologi, dengan maksud supaya selesai, saya kembali ke komunitas Karmel. Komunikasi itu deal, dan pihak biara membiayai setengah regis saya selama perkuliahan. Tanpa memberi tahu papa dan mama, saya diam-diam mendaftar di STKIP St. Paulus Ruteng pada Juli 2006. Biaya pendaftaran dan segala pembiayaan lainnya kutanggung sendiri. Betapa tercengangnya mereka berdua dan orang sekampung, ketika saya sudah mulai kuliah. Perkuliahan berjalan lancar tanpa tantangan sampai tahun ketiga.
Memasuki tahun keempat, tepatnya 05 Januari 2010, saya sempat frustrasi. Papa tercinta meninggalkan kami semua, dia kembali ke pangkuan Ilahi. Pukulan telak bagi kami anak-anak dan keluarga. Proses perkuliahanku sempat terhenti sepekan, mengambil bagian dalam kedukaan itu. Sampai akhirnya, tanggal 01-08-2011, aku dinyatakan lulus dari Perguruan Tinggi, STKIP St. Paulus Ruteng. Rencana kembali ke Biara Karmel pupus sepeninggalan Papa, apalagi sejak kepindahan Romo Krisna ke Jawa.
Karir Non-ASN menuju ASN PPK
Masa kampus usai sudah, terdorong tanggung jawab besar, aku segera mencari kerja. Lamaran pekerjaanku diterima di SMAN 1 Poco Ranaka, Januari 2011. Aku masuk kerja sebagai guru bersamaan dengan diangkatnya Bapak Stanislaus Semit, S.Pd sebagai kepala sekolah baru, menggantikan bapak Aleks Naluk, S.Pd. Dua tahun pertama, dipercayakan untuk mengampu mapel Bahasa Indonesia kelas X. Sebuah ujian berat, bagaimana saya basic Teologi diberikan kepercayaan mengajar mapel Bahasa Indonesia. Ujian ini dilalui dengan baik, hasil supervisi kepala sekolah merekomendasikan bahwa saya layaknya guru Mapel Bahasa Indonesia asli. Tahun 2013, saya mengampu mapel Agama Katolik hingga tahun 2025 (sekarang). Kendati sudah dua belas (12) tahun mengabdi sebagai guru, statusku masih sebagai non ASN.
Tahun 2014, untuk pertama kali diselenggarakan tes berbasis daring (online) dengan sistem CAT BKN. Manggarai Timur hanya dialokasikan dua (2) kuota formasi Guru Agama Katolik. Peserta yang mengikuti test 352 orang. Kami berusaha mendapatkan rangking 1 dan 2. Perjuangan keras dengan peluang masuk sangat kecil. Dan benar saja, saya rangking ke-3 dengan selisih 2 poin dengan rangking kedua.
Pada tahun 2019 dibuka kembali formasi test CPNS, namun saya sudah melampui usia test CPNS. Waktu terus bergulir hingga tahun 2021, untuk pertama kali dibuka test ASN PPPK daerah kabupaten dan provinsi. Waktu itu, saya bersama dua belas (12) orang teman guru dinyatakan lulus namun belum bisa mengisi formasi, karena formasi yang dibutuhkan hanya Satu (1). Teman guru kami yang lulus dan mendapat formasi merupakan satu-satunya peserta yang sudah mengantongi sertifikat pendidikan (Serdik) dari Kementerian Agama.
Penantian yang cukup panjang akhirnya tiba. Saya mendapat formasi pada tahun 2023, dan diangkat menjadi ASN PPPK pada Juli 2024. Lembaga SMAN 1 Poco Ranaka tetap di hati. Aku bertugas mengabdi di sini berkanjang dalam lingkaran waktu.
Penutup
“Di mana ada kemauan, di sana ada jalan”. Adagium ini tepat menggambarkan bagaimana perjuangan dari kelahiran saya, masa studi, masa awali pengabidian di dunia kerja, hingga menjadi ASN P3K, dan sekarang menjadi orangtua di sekolah bagi peserta didik dan orngtua di rumah bagi adik-adik saya serta bagi keluarga kecilku.
Ujian hidup perlu dihadapi, kemauan dan semangat tangguh perlu dipupuk, kedewasaan dan kematangan berpikir perlu ditanamkan, dan pada akhirnya semangat pantang menyerah serta kesadaran bertanggung jawab menjadi kunci kesuksesan hidup. (Editor: Patrisius Leu, S.Fil./rf-red-st)


