Buku Literasi SMA Kristen 2 Soe: Upaya Membumikan Literasi di Lingkungan Sekolah

0
346
Kepala SMA Kristen 2 Soe, Simon Benu.

TTS, SEKOLAHTIMUR.COM – Wajah Simon Benu, tampan sumringah ketika bercerita terkait sejumlah gebrakan SMA Kristen 2 Soe dalam meningkatkan literasi peserta didik. Sebagai kepala sekolah, Simon menginisiasi beberapa program yang terus dilakukan setiap hari oleh siswa saat berada di sekolah.

Sebagai sekolah Kristen, upaya pengembangan literasi dimulai dari membaca Firman Tuhan, renungan pada buku – buku renungan serta menuliskan refleksi pribadi. Sebelum memulai pelajaran, siswa yang sudah berada di ruang kelas, menyanyikan beberapa lagu rohani sambil menunggu kehadiran wali kelas.

“Selepas apel, siswa masuk ke ruangan masing-masing, sementara guru-guru berkumpul di depan ruang Kepala Sekolah dan saya briefing kurang lebih 2–5 menit,” ungkap Simon Benu kepada Sekolah Timur, Kamis, 8 Mei 2025.

Selepas briefing, semua wali kelas menuju ruangan. Di sana, siswa yang bertugas akan membaca Firman Tuhan, kemudian membaca renungan dari Santapan Harian sesuai tanggal. Selanjutnya, mereka membaca kitab Amsal per pasal setiap hari.

“Kitab Amsal itu ada 31 pasal sehingga setiap hari itu dibaca sesuai tanggal. Misalnya hari ini tanggal 8, maka siswa dan guru sama-sama membaca dari Kitab Amsal Pasal 8,” jelas Simon.

Program ini, bukan sekadar dijalankan. Simon punya dasar pikir bahwa citra sekolah Kristen dan siswa Kristen harus dinampakan. Melalui pembinaan rohani itu, sekolah membentuk karakter siswa Kristen yang patut diteladani.

Delti Manao dan Maria Ottu.

Delti Manao dan Maria Ottu, dua orang siswi kelas XI-2 yang kami temui di depan ruangan perpustakaan mengatakan, mereka sudah menjalankan program itu sejak pertama kali diterima sebagai siswa SMA Kristen 2 Soe.

Tidak hanya menyanyi dan membaca, siswa dituntut untuk memahami apa yang dibaca. Lalu pada buku literasi siswa yang diwajibkan oleh sekolah, mereka menuliskan refleksi pribadi masing-masing.

“Itu kami lakukan setiap hari. Tidak hanya refleksi pribadi soal Firman Tuhan, tapi hal-hal penting yang kami dapat dalam belajar atau membaca, kami tuliskan dalam buku literasi itu,” ujar Maria.

Meltriani Alunat, wali kelas XI-4 sekaligus guru PPKN pada SMA Kristen 2 Soe mengatakan, buku literasi merupakan program wajib dari Sekolah. Dari buku litarasi itu, siswa dilatih untuk menulis.

“Sebagai wali kelas kami memeriksa buku literasi itu,” kata Meltriani.

Meltriani Alunat.

Siang itu, sekira pukul 13.30 WITA, kami menyaksikan siswa dan guru membaca Firman Tuhan dilanjutkan dengan membaca renungan harian. Renungan yang dibaca pada siang hari menggunakan buku Tunas dari Tanah Kering terbitan Sinode GMIT. Mereka lalu menyanyi dan berdoa sebelum pulang ke rumah masing-masing.

Selain gebrakan pengembangan literasi, Simon meminta semua wali kelas untuk berkantor di ruangan kelas. Pada bagian belakang tempat duduk para siswa, sebuah meja dan kursi disediakan bagi wali kelas. Sehingga pada saat proses belajar mengajar, bisa ada dua guru sekaligus dalam satu ruangan.

“Saya sudah dua tahun menjadi wali kelas dan tidak pernah duduk di ruang guru,” kata Meltriani.

Ruang yang disiapkan untuk para guru, hanya ditempati oleh beberapa orang guru yang tidak menjadi wali kelas. Selebihnya, guru berada di kelas. Dengan metode itu, guru memiliki waktu lebih banyak dengan siswa di kelas.

“Sebab saya berpikir, orang tua menitipkan anaknya pada kita untuk kita didik, kita bina. Tapi kalau kita guru – guru terpusat di satu ruangan dan hanya menunggu jam mengajar baru masuk kelas, maka kita tidak bisa mengetahui kondisi siswa sepenuhnya,” ujar Simon.

Meltriani mengakui, dengan berada di ruang kelas, ia menjadi lebih dekat dengan anak walinya. Begitu pula sebaliknya dengan para siswa.

“Kami lebih dekat dengan wali kelas,” ujar Delti dibenarkan oleh Maria temannya.

Situasi ini terjadi, sebab guru dan siswa bisa punya lebih banyak waktu untuk berbagi pengalaman. Wali kelas pun bisa memotivasi para siswa setiap saat bila ada kesempatan.

Meltriani menilai, kehadiran wali kelas dalam ruang belajar memiliki pengaruh positif terhadap guru yang akan mengajar. Baginya, guru dituntut untuk mempersiapkan diri secara maksimal sebelum menyampaikan materi bagi siswa.

“Kita seperti sedang disupervisi. Sehingga harus benar-benar mempersiapkan diri,” kata Meltriani.

Bagi Simon, hubungan guru dan siswa adalah hubungan orang tua dan anak. Karena itu, guru harusnya mendapatkan tempat yang istimewa di hati siswa – siswi.

“Kasta tertinggi guru itu adalah kehadirannya  harus diidam-idamkan, harus dinantikan dan  dirindukan oleh siswa,” terang Simon.

Metode itu, kata Simon juga sekaligus sebagai supervisi yang dilakukan sesama guru. “Ini membantu saya dalam mengevaluasi kinerja guru,” kata Simon.

Kebiasaan-kebiasaan itu ditanamkan untuk membentuk karakter siswa-siswi Kristen, serta menampakan citra sekolah Kristen. Delti dan Maria mengakui, “Kami merasa nyaman setelah rangkaian kegiatan menyanyi, membaca dan merenungkan Firman Tuhan serta berdoa”.

Bahkan menurut mereka, ada perubahan perilaku dari beberapa teman kelas. “Ada yang awal masuk itu masih nakal, tapi dengan pembinaan rohani yang terus dilakukan, ada perubahan,” ungkap Maria dibenarkan oleh temannya.

Penerapan disiplin dan pola belajar yang mengedepankan pembinaan rohani tersebut membuahkan hasil. Siswa-siswi yang baru saja tamat, beberapa orang berhasil masuk perguruan ternama di Indonesia.

“Ada yang lulus di Universitas Indonesia, Universitas Semarang, Universitas Nusa Cendana dan Politeknik Negeri Kupang,” ujar Simon Benu.

Kepada para alumni, Simon berpesan agar tetap menjaga nilai-nilai kekristenan yang sudah ditanamkan saat di sekolah, dan selalu menjadi seperti garam yang tidak kelihatan tapi dirasakan kehadirannya.

Sebagai bentuk penghormatan bagi jasa para guru, Simon memberikan honor tidak menggunakan hitungan jam mengajar. Honor guru dibayarkan sesuai lama pengabdian.

“Guru bukan pekerja upahan yang dihitunga dengan jam mengajar. Guru harus diberikan kesejahteraan,” terangnya.

Sumber pembiayaan itu berasal dari dana BOS dan dana Yayasan yang dibayarkan setiap bulan. Guru yang baru diterima di tahun pertama mendapatkan upah sebesar Rp 1.250.000-. (Lenzho Asbanu/rf-red-st)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini