Musik Pesta Jam 10 dan Kemunduran Kecerdasan Musikal Warga Kupang (?)

0
338
Marianus Seong Ndewi, S.Pd., Gr., MM., Guru Seni Budaya SMAN 4 Kupang, Ketua YASPENSI

Duaaar!!! Bak bunyi kilat menyambar di siang gersang. Tak ada hujan. Tak ada angin. Siang sangat gersang, panas, terbakar, dan takuju (tiba-tiba) Wali Kota Kupang, Christian Widodo, per 29 September 2025, memunculkan kabar dukacita bagi para pekerja musik (seni) di Kota Kupang, baik para pemusik, penyanyi, sound-man, dan ‘’penari pesta’’ yang tentu mengais rejeki dari aktivitas berkesenian tersebut.

Kabar duka tersebut tertuang dalam surat edaran pembatasan jam pesta, khusus wilayah Kota Kupang. Pesta boleh sampai jam 12. Namun musiknya hanya sampai jam 10. Karena musik bisa mengganggu orang tua yang sakit di kiri-kanan. Musik mengganggu. Berarti musik adalah pengganggu. Musik juga bisa membunuh; maka dibatasi.

Kecerdasan Musikal Manusia

Kecerdasan manusia sangat beragam. Howard Gardner, membagi kecerdasan manusia menjadi 8 bagian, yakni kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Pada konteks kali ini, kita diajak untuk ‘berdiskusi’ tentang kecerdasan musikal manusia.

Garry McPherson, seorang profesor musik pendidikan, menekankan pentingnya pendidikan musik dalam mengembangkan kecerdasan musikal. Ia berpendapat bahwa pengalaman belajar musik di masa kecil dapat membentuk cara seseorang berinteraksi dengan musik sepanjang hidupnya. Juga Oliver Sacks, seorang neurolog dan penulis, menekankan bahwa musik memiliki kekuatan penyembuhan.

Dalam bukunya “Musicophilia,” Sacks menggambarkan bagaimana musik dapat membantu orang dengan gangguan neurologis, seperti penyakit Alzheimer dan stroke, untuk terhubung kembali dengan diri mereka sendiri dan orang lain. Selanjutnya Daniel Levitin, seorang neuroscientist dan penulis buku “This Is Your Brain on Music,” menjelaskan bahwa musik tidak hanya diproses di bagian otak yang terkait dengan pendengaran, tetapi juga melibatkan bagian otak yang berkaitan dengan emosi, memori, dan motorik. Menurutnya, musik dapat memicu respons emosional yang mendalam dan menghubungkan kita dengan pengalaman dan ingatan.

Beberapa penggalan pernyataan dari para ahli di atas, belum ditemukan korelasi yang signifikan antara mendengar musik (dalam waktu yang lama) akan menimbulkan masalah kesehatan. Justru bisa melatih interaksi, membantu orang untuk penyembuhan dari Alzheimer dan stroke, juga bisa memperkuat ingatan. Yang menjadi sangat menarik adalah pernyataan Pak Wali Kota bahwa banyak orang tua yang terganggu dengan bunyi-bunyian musik ini. Apakah masalahnya pada volume musik? Atau jenis musik? Atau tidak terbiasa mendengarkan musik? Atau ingin diputar musik tenang? Teduh?

Keadaan Pesta; Peluang atau Ancaman

Dengan dikeluarkan surat edaran yang sangat tegas ini, Pak Wali Kota juga tentu punya dasar yang kuat. Ia mendengar banyak masukan warga (atau tim-nya). Langkah (keputusan) yang diambil tentu dengan penuh kehati-hatian mengingat Kota Kupang adalah salah satu ‘kota pesta’, dimana orang mencari hiburan, melepaskan segala kepenatan hingga mencari kehidupan (nafkah dan rejeki) di tempat hingar bingar itu.

Semisal bagi para musisi; baik pemain musik ataupun penyanyi, tidak punya standarisasi bayaran yang jelas (manusiawi) untuk sebuah event pesta. Kadang Rp 500.000, dibagi dua; pemusik dan penyanyi. Jika penyanyi dua orang maka dibagi tiga. Jika penyanyi 3 orang kadang dibagi 4. Kala pesta para pejabat, bisa meningkat sampai 1 – 1,5 juta bayarannya. Dibagilah kepada 4/5/6 orang. Seminggu jika sekali pesta dapat Rp 100.000, maka sebulan para musisi itu hanya mendapatkan Rp 400.000.

Keadaan seperti ini berharap ‘mukjizat’ yang terjadi semisal di atas jam 10 hingga jam 12 malam. Biasanya, di jam ini momen ‘acara bebas’ dimulai. Yakni para penyanyi atau pemusik akan mendapatkan ‘saweran tambahan’ dari lagu-lagu yang dinyanyikan. Apalagi pesta di rumah pejabat. Juga bagi para ‘penari pesta’ yang juga punya kelompok dance, mereka hanya memiliki banyaran 1 – 1,5 juta sekali pesta. Jumlah mereka biasanya 6 – 10 orang, bahkan lebih. Mereka juga terlihat rutin latihan tiap minggunya untuk tampil profesional di acara-acara pesta.

Ketika situasinya seperti ini, para musisi ataupun penari lainnya, maka dipastikan hingga jam 12 malam (semisal batasan bayaran tuan pesta), mereka akan bekerja profesional. Bermusik, menyanyi, dan menari secara teratur. Jenis musik yang mereka bawakan saya sangat yakin itu bersahabat di telinga para orang-orang tua atau lansia. Karena musik yang disanjikan adalah bergenre country, cha-cha, waltz, lagu pop daerah, dan lagu-lagu ‘jadul’ lainnya, yang bisa menghibur (menata memori, menata ingatan-kenangan masa lalu) dan juga menyehatkan para tetua atau lansia tentunya. Kadang mereka bisa tersenyum, menarik napas dalam-dalam ketika memori masa lalunya berhasi didapatkan kembali.

Pada jam-jam seperti itu (10 – 12 malam) biasanya orang-orang tua masih ada. Karena di jam itu lagu-lagu orang tua masih awet diputar atau dinyanyikan. Selepas jam 12 malam memang terkadang tak terkendali. Para penyanyi dan penari biasanya berhenti, dilanjutkan dengan kebiasaan cungkil matahari (pesta sampai pagi).

Hampir lupa, di Kota Kupang, konser-konser musik band ternama tanah air, biasanya jam 9/10 malam ke atas, baru ditampilkan ‘artis utamanya’, band inti sebagai pemuncak acara. Hingga 1 – 1,5 jam penampilan mereka.

Literasi: Bunyi Musik yang Wajar

Bunyi diukur menggunakan satuan yang disebut desibel (dB). Skala desibel adalah cara untuk menunjukkan seberapa keras bunyi. Setiap kenaikan 10 dB berarti bunyi menjadi 10 kali lebih keras. Ada aturan batas aman untuk pendengaran, yakni pertama, bunyi normal: contohnya seperti suara sehari-hari, seperti percakapan, berkisar antara 60-70 dB. Kedua, batas nyaman: yakni suara di bawah 85 dB dianggap aman untuk didengar dalam waktu lama. Ketiga, risiko kerusakan pendengaran yaitu jika terpapar bunyi di atas 85 dB untuk waktu lama, bisa merusak pendengaran. Contohnya: Musik keras (antara 90-120 dB), kebisingan lalu lintas (antara 80-90 dB).

Beberapa ahli di atas juga memberikan pendapat mengenai batasan bunyi (musik) ini. Dr. Daniel Levitin, menjelaskan bahwa paparan bunyi yang terlalu keras dapat menyebabkan perubahan permanen pada sel-sel rambut di telinga dalam. Sel-sel ini bertanggung jawab untuk menerjemahkan bunyi menjadi sinyal yang dapat dipahami otak. Jika sel-sel ini rusak, pendengaran bisa terganggu. Lalu, Garry McPherson, menyoroti bahwa meskipun musik bisa sangat menyenangkan, penting untuk menyadari potensi risiko bagi pendengaran. Ia merekomendasikan agar para musisi dan pendengar aktif memperhatikan tingkat volume ketika menikmati musik. Selanjutnya, Dr. Richard Tyler, seorang ahli audiologi, menekankan pentingnya melindungi pendengaran dari suara keras. Ia menyarankan agar orang menggunakan pelindung telinga saat berada di lingkungan bising, seperti konser atau tempat kerja yang berisik.

Beberapa Usulan Pertimbangan

Kebijakan yang dikeluarkan Pak Wali Kota minus -malum. Namun tidak ambigu. Tujuannya jelas. Untuk bonum commune. Terutama demi keamanan dan kenyamanan. Otomatis menimbulkan diksusi lepas semisal di studio musik, ruang kelas, kedai kopi, dan tempat pesta itu sendiri juga. Ada yang wajahnya gembira, ada pula yang sedih – bak berduka tanpa cita. Duka mendalam. Karena bisa – bisa kehilangan rejeki (pekerjaan) dari pesta tiap pekannya.

Usulan pertama: musik hiburan diperpanjang hingga jam terakhir tutup pesta di jam 12. Mengingat ada beberapa profesi yang holistik berkaitan di dalamnya.  Usulan kedua: pemerintah Kota Kupang, melalui Komisi Pendidikan atau Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang, mengundang para pengusaha sound, musisi, penyanyi, ataupun ‘profesi pesta’ lainnya, untuk dijelaskan bersama batasan-batasan terkait bunyi dan juga literasi perangkat musik lainnya. Hal ini kelihatan tidak penting dan seperti lelucon, tetapi forum diskusi seperti ini yang belum pernah terjadi.

Usulan ketiga: pemerintah Kota Kupang bisa juga mengeluarkan Perda untuk mengatur batasan minimum upah bagi para musisi yang menekuni bidangnya, untuk beberapa even acara di Kota Kupang.

Catatan Penutup

Kecerdasan musikal sangat erat kaitannya dengan kepekaan sosial tiap individu. Dimana Musik mesti benar-benar dijadikan sebagai ilmu pengetahuan, bukan hanya sebagai rutinitas hiburan semata, Pelepas dahaga yang tak teratur. Musik punya kontribusi besar dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), jika semua stakeholder dapat memahami musik sebagai kebebasan yang teratur. Semua boleh bersukacita. Tetapi wajib juga untuk menjaga kenyamanan.

Semoga tulisan ini sampai kepada Wali Kota Kupang, sebagai apresiasi telah peduli terhadap ‘gejolak’ musik. Ada beberapa masukan dari para musisi Kota Kupang yang saya rangkumkan dalam tulisan ini. Selamat bertugas, Pak Wali Kota. Musik bisa membangun kota ini. Menyadarkan dan mencerdaskan masyarakat. Sicut Musica, Sic Vita – Ars longa, Vita Brevis…

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini