Melacak Jejak Kritikus Sastra NTT dan Media Penerbitan Kritik Sastra Indonesia di NTT

0
430
Oleh Yohanes Sehandi -- Pengamat dan Kritikus Sastra NTT dari Universitas Flores, Ende

Pendahuluan

Dalam rangka penyusunan hasil penelitian yang berjudul “Perkembangan Kritikus dan Sistem Kritik Sastra Indonesia di Bali dan NTT” yang disusun Tim Peneliti dari Balai Bahasa Bali dan Kantor Bahasa NTT, saya coba memberi masukan lewat makalah ini.

Agar tidak menimbulkan salah pengertian, pada awal diskusi ini saya coba memberi batasan pengertian tentang beberapa istilah, yakni sastra NTT, sastrawan NTT, dan kritikus sastra NTT. Sastra NTT adalah sastra Indonesia yang bertumbuh dan berkembang di Provinsi NTT. Sastrawan NTT adalah penulis karya sastra kreatif berupa puisi, prosa, dan drama, yang lahir di NTT atau keturunan orang NTT. Sedangkan kritikus sastra NTT adalah penulis kritik karya sastrawan NTT, yang lahir di NTT atau keturunan orang NTT.

Melacak Jejak Kritikus Sastra

Bagaimana melacak jejak kritikus sastra NTT? Ternyata tidak gampang. Data yang harus diketahui adalah nama kritikus sastra NTT itu, judul tulisan kritik yang dihasilkannya, dan media penerbitan tulisan kritik sastra tersebut. Dalam melacak jejak kritikus sastra NTT, media publikasi yang dilacak berupa surat kabar, majalah, dan buku.

Secara umum di tingkat nasional Indonesia, tradisi kritik sastra dimulai dan berkembang lewat media massa cetak, yang kemudian disebut sebagai jenis kritik sastra umum atau kritik sastra media massa. Media massa yang menjadi tempat publikasi tulisan kritik sastra itu adalah surat kabar harian (harian), surat kabar mingguan (SKM), dan majalah. Tradisi kritik sastra media massa ini dimulai sejak tahun 1930-an dengan pelopornya Sutan Takdir Alisjabhana (STA) yang kemudian dilanjutkan kritikus sastra Indonesia selanjutnya pada tahun 1940-an oleh HB Jassin, dilanjutkan lagi oleh sejumlah akademisi sastra seperti MS Hutagalung, Umar Junus, Dami N. Toda, Jakob Sumardjo, Korrie Layun Rampan, Maman S. Mahayana, dan lain-lain.

Biasanya, kalau tulisan kritik sastra di media massa itu sudah dirasa cukup banyak, maka diterbitkan dalam bentuk buku antologi kritik sastra. Tradisi mengumpulkan tulisan kritik sastra di media massa kemudian dibukukan, dimulai HB Jassin, yang kemudian berhasil menerbitkan empat jilid buku kritik berjudul Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai (1954, 1955, 1962, 1967). Tradisi yang dirintis HB Jassin ini dilanjutkan oleh sebagian besar kritikus sastra Indonesia pada era-era selanjutnya sampai dengan saat ini. Tentu saja ada kekecualiannya.

Tradisi Kritik Sastra di NTT

Berdasarkan hasil penelusuran saya, tradisi kritik sastra Indonesia di NTT (yang kemudian dikenal dengan nama sastra NTT), tidak dimulai di media massa. Hal itu terjadi karena penerbitan media massa cetak di NTT belum berlangsung lama dibandingkan di daerah lain di Indonesia, seperti di Jawa, Bali, dan Sumatera. Saya melakukan penelusuran terhadap berbagai media massa cetak di NTT sejak tahun 2000, hanya sedikit saja jenis tulisan kritik sastra. Artinya, tradisi kritik sastra Indonesia di NTT tidak dimulai dan berkembang di media massa.

Berdasarkan hasil pelacakan saya, ada lima jenis media penerbitan kritik sastra NTT sampai dengan saat ini berupa (1) Kata pengantar (prolog) dan epilog dalam buku antologi puisi, antologi cerpen, dan novel; (2) Resensi buku sastra yang kemudian diterbitkan dalam bentuk antologi kritik sastra NTT; (3)  Artikel kritik esai dan kritik sastra yang diterbitkan dalam bentuk buku antologi esai dan kritik sastra NTT; (4) Buku antologi kritik sastra pribadi; (5) Artikel opini dalam surat kabar dan majalah yang terbit di NTT dan di luar NTT.

Melacak Lewat Pengantar Buku

Berdasarkan hasil penelusuran saya, tradisi kritik sastra Indonesia di NTT berupa kata pengantar (prolog) dan epilog dimulai Paul Budi Kleden pada tahun 2005. Berikut perinciannya.

Tahun 2005. Paul Budi Kleden, SVD, dengan judul kritik “Surat-Surat yang Menantang Suratan Tangan” adalah Pengantar (Prolog) untuk buku novel Surat-Surat dari Dili karya Maria Matildis Banda (Ende, Nusa Indah, 2005).

Tahun 2010. Mezra E. Pellondou, dengan judul kritik “Sekarang, Negeri yang Merdeka itu Bernama “a” PCLK” adalah Pengantar buku novel Atma, Putih Cinta Lamahala Kupang karya Pion Ratulolly (Kupang, PNRI Cabang Kupang, 2010).

Tahun 2013. (1) Yohanes Sehandi, dengan judul kritik “Sang Mempelai Itu Bernama Malaka” adalah Pengantar (Prolog) buku novel Likurai untuk Sang Mempelai karya R. Fahik (Yogyakarta, Cipta Media, 2013); (2) Mezra E. Pellondou, dengan judul kritik “Likurai Generasi Muda Malaka, Tidak Membutuhkan Penggalan Kepala Musuh” adalah Epilog buku novel Likurai untuk Sang Mempelai karya R. Fahik (Yogyakarta, Cipta Media, 2013); (3) Mag. Puplius Menrad Buru, dengan judul kritik “Vivere militare est: Hidup Berarti Berjuang” adalah Pengantar buku novel Aku? karya Yos Mau (Bandung, Medium, 2013); (4) Leo Kleden, dengan judul kritik “Mengalir Hening Nyanyi Sunyi” adalah Pengantar buku antologi puisi Mengalirlah Sunyi karya Wilda,CIJ (Imelda Oliva Wisang) (Ende, Nusa Indah, 2013).

Tahun 2014. (1) Rm. Herman P. Panda, dengan judul kritik “Antara Harga Diri Lelaki, Kehormatan Suku, dan Tangisan Putri” adalah Pengantar buku novel Mata Likku karya Christo Ngasi (Malang, Mozaik Books, 2014); (2) Paul Budi Kleden, dengan judul kritik “Sastra dan Keadaban Baru” adalah Pengantar buku antologi cerpen Bukit yang Congkak karya Steph Tupeng Witin (Ende, Nusa Indah, 2014); (3) Yoseph Yapi Taum, dengan judul kritik “Generasi dan Pergulatan Estetik Penyair NTT dalam Ratapan Laut Sawu” adalah Pengantar buku antologi puisi Ratapan Laut Sawu (Editor Yoseph Yapi Taum, Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, 2014); (4) Usman D. Ganggang, dengan judul kritik “Selayang Pandang Gaya Karya Frans Selamat” adalah Pengantar buku antologi puisi Samarian karya Frans Selamat (Yogyakarta, Absolute Media, 2014); (5) Paul Budi Kleden, dengan judul kritik “Terlahir dari Sunyi” adalah Pengantar buku antologi puisi Catatan Sunyi karya Monika N. Arundhati (Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, 2014).

Tahun 2015. (1) Gerson Poyk, dengan judul kritik “Dari Mata Turun ke Hati”  adalah Pengantar (Prolog) buku antologi puisi Cerita dan Selat Ginsalu karya sastrawan NTT (Kupang, Kantor Bahasa NTT, 2015); (2) Yohanes Sehandi, dengan judul kritik “Lokalitas NTT dalam Cerpen” adalah Epilog buku antologi puisi Cerita dan Selat Ginsalu karya sastrawan NTT (Kupang, Kantor Bahasa NTT, 2015); (3) Marsel Robot, dengan judul kritik “Benanai Mengalir antara Noy dan Mey” adalah Pengantar buku novel Seperti Benanai, Cintaku Terus Mengalir untukmu” karya R. Fahik (Yogyakarta, Cipta Media, 2015); (4) Yoseph Yapi Taum, dengan judul kritik “Lamafa: Heroisme yang tak Bakal Pudar” adalah Pengantar (Prolog) buku novel Lamafa karya Fince Bataona (Bekasi, Kandil Semesta, 2015); (5) Alexander Aur, dengan judul kritik “Lamafa: Diri Sakral dalam Semesta Kehidupan Orang-Orang Lamalera” adalah Epilog buku novel Lamafa karya Fince Bataona (Bekasi, Kandil Semesta, 2015); (6) Yoseph Yapi Taum, dengan judul kritik “Antologi Nyanyian Sasndo: Ketergetaran, Imaji Gelap, dan Tanggung Jawab Penyair” adalah Pengantar buku antologi puisi Nyanyian Sasando (Editor Yoseph Yapi Taum dan Maria Matildis Banda, Kupang, Kantor Bahasa NTT, 2015); (7) Kristo Suhardi, dengan judul kritik “Puisi yang Berdoa dalam Sunyi” adalah Pengantar buku antologi puisi Doa Seorang Penyair karya Eto Kwuta (Surakarta, Oase Pustaka, 2015);

Tahun 2016. (1) Paul Budi Kleden, SVD, dengan judul kritik “Lambung yang Lapar dan Gelisah” adalah Pengantar buku antologi cerpen Tuhan Mati di Biara karya Hans Hayon (Ende, Nusa Indah, 2015); (2) Stephie Kleden-Beetz, dengan judul kritik Pun Keabadian Terdiri dari Sekejap Mata” adalah Penantar buku antologi puisi Jejak-Jejak Peristiwa karya Fritz meko, SVD (Yogyakarta, Kanisius, 2016).

Tahun 2017. Valens Daki Soo, dengan judul kritik “Reinkarnasi Soekarno di Ende: dari Orasi ke Refleksi” adalah Pengantar buku pentigraf Bung Karno, Gereja Katolik, SVD & Pancasila karya Alfred B. Jogo Ena (Yogyakarta, Bajawa Press, 2015).

Tahun 2018. (1) Maria Matildis Banda dan Fanny Poyk, dengan judul kritik “Tema dan Refleksi Sosial dalam Antologi Cerpen untuk Bumi Flobamora” adalah Pengantar buku antologi cerpen Perempuan dengan Tiga Senyuman karya sastrawan NTT (Editor Maria Matildis Banda dan Fanny Poyk, Jakarta, Kosa Kata kita, 2018); (2) Yoseph Yapi Taum, dengan judul kritik “Bulan Peredam Prahara: Diksi Puitik Pesan Perdamaian dari Bumi Flobamora” adalah Pengantar buku antologi puisi Bulan Peredam Prahara karya sastrawan NTT (Editor Alfred B. Jogo Ena, Jakarta, Kosa Kata Kita, 2018); (3) Alexander Aur, dengan judul kritik “Merumah pada Situasi” adalah Pengantar (Prolog) buku antologi puisi Dua Mata yang Digelari Berkat karya Oriol Dampuk (Maumere, Carol, 2018).

Tahun 2019. (1) Maria Matildis Banda dan Fanny Poyk, dengan judul kritik “Tema dan Kekuatan Konflik dalam Merangkai Alur Cerita” adalah Pengantar buku antologi cerpen Narasi Rindu karya sastrawan NTT (Editor Maria Matildis Banda dan Fanny Poyk, Jakarta, Kosa Kata Kita, 2019); (2) Yohanes Sehandi, dengan judul kritik “Introduction” adalah Pengantar buku antologi cerpen The Anatomy of Travel karya Gerson Poyk (Penerjemah Gill Westaway, Jakarta, Lontar Foundation, 2019); (3) Maria Matildis Banda dan I Nyoman Weda Kusuma, dengan judul kritik “Menemukan Makna dalam Kosa Kata dan Diksi” adalah Pengantar buku antologi cerpen Ruang Bagiku karya 7 penyair dari Sikka (Editor Maria Matildis Banda dan I Nyoman Weda Kusuma, Jakarta, Kosa Kata Kita, 2019); (4) Yasintus Runesi, dengan judul kritik “Vertikalitas dan Epifani: Tubuh dalam Pelajaran dari Orang Samaria” adalah Pengantar buku antologi puisi Pelajaran dari Orang Samaria karya Giovanni AL Arum (Kupang, Komunitas Dusun Flobamora, 2019); (5) Reinard L. Meo, dengan judul kritik “Yang Mencegat, yang Mendorong” adalah Pengantar buku antologi puisi Perihal Pulang karya Milla Lolong (Malang, Kuncup, 1019); (6) Yasintus Runesi, dengan judul kritik “Ina Bo’i Silang Peristiwa: Subjek, Yang-Ultim dan Yang-Lain” adalah Pengantar buku antologi puisi Di Kaki Ina Bo’I (Sipri Senda, Kupang, Komunitas Sastra Dusun Flobamora, 2019).

Tahun 2020. (1) Yoseph Yapi Taum, dengan judul kritik “Bung Karno dalam Refleksi Kultural Bangsa” adalah Pengantar buku antologi pentigraf Bung Karno dalam Tiga Paragraf karya Alfred B. Jogo Ena (Yogyakarta, Bajawa Press, 2020); (2) Yohanes Sehandi, dengan judul kritik “Kepada Pedang dan Nyala Api: Seruling Perdamaian dari Bumi Flobamora” adalah Pengantar buku antologi puisi Kepada Pedang dan Nyala Api karya sastrawan NTT (Editor Julia Daniel Kotan, Jakarta, Kosa Kata Kita, 2020); (3) Yohanes Sehandi, dengan judul “Refleksi Keseharian Seorang Penyair dengan Sesama, Lingkungan, dan Tuhannya” adalah Pengantar buku antologi puisi Kasut Lusuh karya Fritz Meko, SVD (Yogyakarta, Pohon Cahaya, 2020).

Melacak Lewat Buku Antologi Resensi

Bentuk kritik sastra yang kedua berupa resensi buku antologi resensi buku sastra. Sampai dengan saat ini, baru satu judul buku yang menghimpun resensi buku sastra NTT, berjudul Dari Avontur ke Wasiat Kemuhar: Antologi Ulasan Buku Sastra Karya Penulis NTT (Editor A. Nabil Wibisana dan Christian Senda, Kupang, Kantor Bahasa NTT, 2015). Buku ini menghimpun 13 judul resensi buku sastra karya para sastrawan NTT.

Melacak Lewat Buku Antologi Esai dan Kritik Sastra NTT

Bentuk kritik sastra yang ketiga berupa artikel kritik sastra dalam buku antologi kritik sastra. Sampai dengan saat ini, baru satu judul buku yang menghimpun artikel kritik sastra NTT, berjudul Antologi Esai dan Kritik Sastra NTT (Editor Yohanes Sehandi, Jakarta, Kosa Kata kita, 2021). Buku ini menghimpun 50 artikel kritik sastra terhadap karya para sastrawan NTT.

Melacak Lewat Buku Kritik Sastra Pribadi

Bentuk kritik sastra yang keempat berupa buku antologi kritik sastra pribadi. Sampai dengan saat ini ada dua buku antologi kritik sastra pribadi, yakni (1) Natal dan Paskah dalam Kontemplasi Penyair karya AG Hadzarmawit Netti (Surabaya, You Publishing, 2013); (2) Sastra Indonesia di NTT dalam Kritik dan Esai karya Yohanes Sehandi (Yogyakarta, Ombak, 2017); (3) Dari Prolog ke Epilog karya Yoseph Yapi Taum (Yogyakarta, Lamalera, 2021).

Melacak Lewat Opini Sastra di Media Cetak NTT

Bentuk kritik sastra yang kelima berupa artikel opini sastra dalam sejumlah surat kabar dan majalah yang terbit di NTT dan di luar NTT, antara lain di harian Pos Kupang, Flores Pos, Victory News, Timor Express, majalah Kabar NTT, majalah Cakrawala NTT, dan majalah Warta Flobamora (Surabaya). (*)

Ende, Flores, 4 November 2021

*Dibawakan sebagai makalah ketika penulis tampil sebagai narasumber dalam Diskusi “Perkembangan Kritikus dan Sistem Kritik Sastra Indonesia di Bali dan NTT” yang diselenggarakan Kantor Bahasa Provinsi NTT secara luring dan daring pada Rabu, 4 November 2021, Pukul 09.00-15.00 Wita

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini