Kepergian Dia yang Dicintai (Refleksi atas Injil Yoh. 5: 24-29)

0
1613
Oleh Patrisius Leu, S.Fil., Guru Penulis SMKN 7 Kupang, Anggota KSK & Fasilitator Yaspensi.

Ya Tuhan, masa hidupku ada dalam tangan-Mu.

Hidup dan matiku ada dalam tangan Tuhan.

Jika Tuhan hidup di dalam aku, apa yang mesti kugentari?

Manusia penghuni bumi menyakini bahwa hanya satu hal yang pasti dalam hidup ini yaitu kematian. Ini diyakini hampir semua agama dan budaya di mayapada. Dan hanya satu yang pasti setelah kematian, yaitu kebangkitan manusia menuju muasalnya, Tritunggal Mahakudus. Dan inilah keyakinan semua orang Kristen.

Kesaksian akan kebangkitan ini kita dapat dari kesaksian Kristus sebagai Paskah kita yang mengajar supaya kita bijaksana memanajemen anugerah hidup secara bertanggung jawab sesuai panggilan kita masing-masing untuk mengada-menjadi di bumi. Untuk bisa tahu apakah kita nanti akan bangkit ataukah tetap mati dapat dicirikan dalam dua opsi: mendengar dan percaya Allah berart hidup, ataukah memilih menolak Allah yang berarti m mati.

Apa arti mendengar dan percaya kepada-Nya? Pertama, menerima apa yang dikatakan Yesus bahwa Allah adalah Kasih. Dengan demikian, menjalin relasi kasih dengan Dia tanpa rasa takut. Kedua, menerima jalan hidup yang ditunjukkann Yesus, dengan segala sukadukanya, dengan jaminan bahwa yang menerimanya akan hidup dan mencapai kebahagiaan kekal; sedangkan menolak Dia akan mati dan mendapatkan hukuman yang sepadan. Ketiga, menerima bantuan yang diberikan Kristus yang bangkit, serta bimbingan Roh Kudus supaya mendapat kekuatan dalam menjalani kehidupan.

Yesus adalah putera manusia, Ia yang memberi hidup dan Ia pula membawa hidup. Ia membangkitkan orang mati. Apa yang terjadi sesudah itu, sangat erat kaitannya dengan pilihan hidup kita di dunia ini. Kita memilih hidup untuk mendengar dan percaya pada-Nya, berarti hidup selamanya. Sebaliknya, bila menolak Dia, berarti hukuman selamanya.

Yesus menjadi hakim bagi kita pada akhir zaman. Pengadilan Allah sangat berbeda dengan pengadilan manusia yang penuh dengan berbagai rekayasa. Yesus mengadili kita dalam kekudusan yang sempurna, dalam cinta sempurna, dan dalam belas kasih Allah yang sempurna.

Para beriman pencinta Yesus tentu pernah mendengar kalimat: yang awal dibaca melalui yang akhir; yang belakang menjelaskan yang dahulu; yang sekarang berbicara tentang yang kemarin; yang akan datang dimulai dari sekarang. Artinya, kita dapat mengetahui seseorang yang telah meninggal melalui orang-orang yang hidup sezaman, kita dapat mengenalnya melalui cara hidup yang ditampakkannya dalam diri istri/suami/anak-anak, cucu, serta cecenya.

Mereka yang ada dan yang hidup sekarang, karena dia yang terdahulu telah ada dan telah menunjukkan kekhasannya yang dapat kita sibak sedikit bahwa “orang ini” berperawakan kekar, tegas dalam prinsip, teguh dalam iman, lembut dalam cara, santun dalam kata, konsisten dalam kata dan tindakan, serta loyal dan berdedikasi pada moto orang-orang pejuang never say die, pantang menyerah. Teladan seperti inilah yang diwariskan seseorang kepada generasinya. Dengan mencontohi teladan ini, dia telah mati tetapi jiwanya hidup dalam keluarga dan kita dapat menimba kekayaan ini sebagai kebajikan-kebajikan dalam menata hidup kita sebelum saudara maut datang menjemput.

Kita adalah calon arwah yang sebentar lagi akan berbaris menuju kubur dan diberangkatkan ke terminal surgawi di seberang tuk temui Dia yang sudah menanti kehadiran kita. Karena itu, mulai sekarang kita perlu latihan untuk mati supaya bisa hidup bahagia di sini dan nanti kelak di sana dengan hidup secara bermartabat di dunia supaya tahu jalan pulang ke surga dengan hati yang gembira. Seperti apa cara hidup kita, demikian juga menentukan kita mati. Cara kita mati mewartakan keyakinan apa yang kita imani, apakah iman yang sejati ataukah iman yang kosmetik.

Bersama Sang Pemazmur kita daraskan dalam iman Mazmur 31: Ya Tuhan, masa hidupku ada dalam tanganmu; dan bersama Rasul Paulus kita suarakan: Hidup atau mati, kita tetap milik Tuhan; dan bersama nabi Yosua kita berseru: Tuhan mencintai kita lebih daripada seorang ibu mencintai anaknya. Dan Bersama keluarga kita ikrarkan iman Gereja; Ya Tuhan, aku percaya. Percaya akan kebangkitan badan dan kehidupan bahagia kekal di surga, bersama Allah. Amin. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini