Kota Kupang, SEKOLAHTIMUR.COM – Yayasan Pustaka Pensi Indonesia (Yaspensi) merayakan HUT perdana pada Selasa (26/07/2022) di Kafe Coklat Kupang. Perayaan yang digelar secara terbatas tersebut juga diisi dengan peluncuran buku “Nomen Est Omen” karya salah satu anggota Yaspensi, Patrisius Leu, S.Fil.
“Seperti om Patris mengatakan Nomen Est Omen (nama adalah tanda), ini bukan suatu hal yang kebetulan menurut saya, segala sesuatu sudah dirangkai secara baik menuju spirit kita bersama. Akhirnya kami bersepakat untuk memakai nama Yaspensi, sebuah wadah atau tempat bagi anak-anak untuk mengekspresikan kreativitas dan bakatnya sesuai visi dan misi Yaspensi (Kepustakaan, Seni, Riset dan Teknologi). Dan akhirnya saya yakin seperti yang diungkapkan Chairil Anwar bahwa Yaspensi akan hidup seribu tahun lagi,” ungkap Ketua Yaspensi, Marianus Seong Ndewi, S.Pd., M.M., yang juga merupakan penulis Epilog pada buku “Nomen Est Omen”.
Patrisius Leu mengungkapkan bahwa secara garis besar buku tersebut terdiri atas 5 pokok pembahasan yang tersebar di dalam 20 artikel. Buku tersebut memuat pengalaman perjumpaan penulis dengan orang-orang terdekatnya dan mengali maknanya termasuk namanya sendiri.
“Terima kasih banyak karena 1 tahun Yaspensi dan 1 abad Chairil Awal, Nomen Est Omen diluncurkan pada kesempatan ini. Tentang buku ini ada 5 bagian besar yakni Nama, Cinta, Pastoral, Sekolah dan Doa, yang di dalamnya ada 20 artikel dan ditulis dalam waktu yang cukup lama. Ini semua ber-locus dan ber-tempus di sekolah. Kebanyakan pengalaman diambil dari sekolah dan tempat-tempat perjalanan yang dijumpai seperti rumah serta gereja-gereja yang merupakan pengalaman pribadi. Pengalaman ini, penulis merefleksikan nama sendiri dan nama-nama orang yang ditemui baik itu keluarga, sahabat maupun tokoh-tokoh hebat. Di samping itu juga memuat cinta, cinta muda-mudi dan cinta pastoral,” ungkapnya.
“Buku ini menggambarkan keadaan diri penulis yang resah dan gelisah melihat situasi di sekolah dan di rumah serta tempat-tempat yang dikunjungi. Saya memang harus tulis, karena memang ini cara saya untuk menemukan diri saya. Sebab dari tulisan ini juga saya menemukan hal-hal lain yang tak sempat direfleksikan. Banyak kali pengalaman itu hilang saja dan terutama di sekolah,” pungkas guru SMKN 7 Kupang.
Sementara itu editor buku Nomen Est Omen, Gabriel Koten, S.Si., menuturkan jika proses dalam menulis tidak selalu berasal dari pengalaman yang beruntun, melainkan bisa juga dari pengalaman di masa yang berbeda. Ia juga menyampaikan bahwa buku tersebut tidak hanya membantu untuk merefleksikan arti sebuah nama, tetapi juga dapat membantu dalam memulai menulis kreatif.
“Jadi buku ini lahir dari tulisan-tulisan kecil di masa lalu dan diramu dengan tulisan-tulisan sekarang. Kalau kita ikuti dalam proses penyusunan sebuah paragraf, maka ini tidak akan berkesinambungan. Dia terlepas dari satu cerita ke cerita yang lain. Tetapi menjadi satu keutuhan yang disebut dengan Nama adalah Tanda. Dia berjalan dari sejak nama itu dilahirkan sampai bertumbuh subur di tengah masyarakat dan boleh membuahkan hasil. Ini yang kami alami selama menyusun buku ini, lalu saya mengeditnya. Tetapi saya hanya memolesnya sedikit sebab sudah ditulis sejak lama dan nama selalu berkaitan dengan pribadi yang utuh,” ujarnya.
“Mari kita refleksikan sejenak buku ini, setelah membaca ternyata kita bisa menulis. Tidak harus seruntun apa yang kita alami sehari-hari, tetapi bisa dipengal-pengal seperti tulisan ini. Itulah pengalaman menarik yang saya alami dari buku Nomen Est Omen ini,” pungkasnya.
Perayaan 1 tahun Yaspensi dan peluncuran buku “Nomen Est Omen” tersebut dihadiri oleh anggota Yaspensi dengan moderator penulis buku “Dosa Sang Penyair”, Emanuel Nong Yonson. Hadir pula secara virtual Sekteraris Yaspensi, Robertus E. L. Bau, S.Fil., dan Kepala Biro Yaspensi Kabupaten TTS, Lefinus Asbanu, S.Pd. Pada momen tersebut juga ditampilkan pembacaan puisi dan musikalisasi puisi dalam rangka 100 tahun atau 1 abad Chairil Anwar. (Yosi Bataona/rf-red-st)