Membangun Budaya Literasi untuk Membangun NTT

0
649
Oleh Binerd Anthon Im Toy, S.Pd., M.Si., Plt. Kepala SMA Negeri Matpunu, Kab. TTS.

Cara sederhana untuk menguasai literasi adalah dengan menanamkan budaya membaca.

Membaca dapat memberikan kontribusi positif yaitu menambah wawasan dan pengetahuan.

Perkembangan IPTEK menjadi sebuah tuntutan zaman yang tidak bisa dihindari. Hal ini merupakan bentuk perubahan zaman yang memengaruhi tuntutan kehidupan masyarakat. Salah satu tuntutan dalam dunia pendidikan, yaitu diharuskan untuk menghasilkan lulusan berkualitas secara kontinu seiring perkembangan zaman. Oleh karena itu, pesatnya perkembangan teknologi informasi merupakan tantangan yang harus dihadapi dan dilaksanakan dalam dunia pendidikan. Bangsa Indonesia perlu melakukan langkah antisipasi dengan memersiapkan lulusan dari setiap jenjang pendidikan agar tercipta generasi Indonesia emas sebagai tulang punggung bangsa termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Peningkatan kualitas diri masyarakat NTT khususnya para cendekiawan muda perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan memiliki kompetisi sehingga dapat membangkitkan rasa optimisme dalam menjawab tantangan global. Generasi muda merupakan komponen yang selalu dilibatkan dalam pembangunan. Hal tersebut disebabkan generasi muda adalah sumber daya manusia yang potensial dan dapat mendukung keberhasilan pembangunan. Potensi generasi muda yang dimaksud adalah generasi yang mempunyai pengetahuan, inovatif, kompetitif, dan kreatif.

Mutu pendidikan di NTT masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya budaya literasi atau minat baca pada siswa serta kemampuan berpikir kritis (critical thinking) yang rendah. Pada hakikatnya, membaca merupakan gudang ilmu atau jendela dunia karena dengan banyak membaca, kita dapat mengetahui banyak hal yang belum diketahui. Semakin kita giat membaca, maka kita akan banyak tahu dan wawasan berpikir kita bertambah luas. Oleh karena itu, apabila seseorang memiliki banyak pengetahuan, maka akan mampu melakukan banyak hal yang belum dikuasai. Pengaruh rendahnya minat baca atau budaya literasi di NTT disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama, belum ada tradisi membaca sejak dini. Kedua, fasilitas pendidikan yang belum memadai. Dan yang terakhir adalah belum semua desa memiliki taman baca.

Kurangnya minat membaca pada siswa dan juga masyarakat di NTT ini pada akhirnya menyebabkan rendahnya kemampuan berpikir kritis. Seperti yang kita ketahui bahwa berpikir kritis merupakan peningkatan kemampuan dalam menganalisis dan mengekspresikan gagasan-gagasan yang kita miliki. Rendahnya kemampuan dalam berpikir kritis ini dapat kita buktikan dengan adanya masyarakat NTT yang sering memercayai informasi-informasi hoax atau palsu yang diterima tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu.

Literasi harus menjadi sebuah tradisi yang ditanamkan sejak dini sehingga menghasilkan para kompeten yang mampu memahami, menganalisis, dan mentrasformasikan informasi yang ada. Dengan demikian, seseorang dapat mengembangkan potensi dirinya sebagai upaya meningkatkan kualitas diri dan mampu berkompetisi.

Literasi agar menjadi sebuah budaya, maka perlu diciptakan role model yang mampu menggerakan masyarakat untuk gemar membaca. Role model ini bisa dicari dari anak-anak yang memiliki prestasi, atau mereka yang berkecimpung dalam dunia pustaka. Mereka bias menjadi duta-duta baca sehingga memberi contoh dan memotivasi anak-anak yang lain untuk mencintai budaya literasi.

Penyediaan sarana prasarana juga diperlukan, salah satunya adalah penyediaan buku-buku yang berkualitas dan menarik untuk dibaca. Hal ini perlu, sebab pilihan bacaan adalah segmented, tidak semua orang bisa membaca buku-buku dan dipaksa. Perlu dilakukan survei, buku bacaan apa yang mereka inginkan. Jika mereka sudah terbiasa membaca dan menjadi budaya, tinggal ditingkatkan dosisnya saja dengan berbagai jenis buku. Layanan perpustakaan keliling, pojok baca, taman bacaan, perpustakaan desa, dan bergai jenis layanan literasi perlu disediakan dan dikemas dengan baik dan menarik. Oleh karena itu, membaca adalah kegiatan yang menyenangkan dan awal mula menciptakan budaya literasi.

Peningkatan literasi di NTT bertujuan untuk menyiapkan masa depan generasi muda yang cerdas dan sukses sebagai wujud nyata keberhasilan dari gemar membaca. Perlu juga menanamkan kesadaran diri untuk budaya baca dan kemampuan kritis yang masih rendah. Pembelajaran literasi dapat memberikan pengaruh positif kepada siswa serta membangun budaya literasi guna mengembangkan kretavitas, menambah pengetahuan, merangsang imajinasi dan menumbuhkembangkan rasa cinta membaca. Dengan demikian, generasi muda akan memiliki SDM yang berkualitas dan kompeten sehingga menunjang keberhasilan pembangunan di NTT. Salam Literasi. (*)

————————

Binerd Anthon Im Toy, S.Pd., M.Si., lahir di Nifu pada 18 Pebruari 1980. Lulusan Magister Biologi UKSW Salatiga tahun 2017. Bertugas sebagai Plt. Kepala SMA Negeri Matpunu. Sering menulis artikel dan dipublikasikan pada jurnal/prosiding/majalah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini