Musik sebagai Alat Pendidikan

1
346
Oleh Marianus Seong Ndewi, S.Pd., Gr., M.M., Guru Seni Budaya SMAN 4 Kupang, Ketua Yayasan Pustaka Pensi Indonesia (YASPENSI)

Bagaimana para musisi merayakan Hari Musik Nasional, yang diperingati setiap tanggal 9 Maret di Indonesia? Memang beragam bentuk. Saya memantau akun media sosial beberapa musisi, semisal laman facebook milik mas Addie MS, yang mengirim potongan video klip konser pertama Twilite Orchestra 31 tahun yang lalu, yang menampilkan alm. Oddie Agam, Regine Velasquez, Ruth Sahanaya, Harvey Malaiholo, Mus Mujiono, Aminoto Kosin, dan segenap musisi lainnya.

Kenangan ini menjadikan Orchestra ini menjadi yang tertua di Indonesia. Adapun di akun media sosial musisi ternama Indonesia asal NTT, Ivan Nestorman (Ivan Nestor, red.), bertuliskan “Selamat Hari Musik Nasional, tetap semangat dan terus berkarya’’, tulis Katarina Mogi.

Sedangkan perkumpulan seniman nusantara, dalam laman istagram @senimannusantaraofficial, malam mini akan mengadakan Talk Song, Jejak WR Supratman yang akan ditayangkan di kanal YouTube nya. Serta segenap musisi, seniman, artis, mahasiswa, guru, dosen, sastrawan, dan ibu rumah tangga, menuliskan hal yang sama; ‘’Selamat Hari Musik Nasional 2022”

Musik dan Keindahannya

Seorang komposer terkenal Amerika, Norman Dello Joio menuliskan pendapatnya tentang musik, yakni sebuah seni yang dapat memperluas pengetahuan dan pandangan, baik tentang musik itu sendiri atau hal lain di luar musik. Tentang musik itu sendiri yakni lebih mengarah ke bagaimana manusia mengenal unsur-unsur yang ada di dalam musik itu sendiri, seperti melodi, irama, birama, harmoni, timbre, tempo, dinamika, ataupun ekspresi, yang tentunya mempunyai ‘tugasnya masing-masing’ untuk menjadikan karya seni itu menjadi teratur, sesuai dengan arah sang kcomposer ataupun arranger.

Ketika menelisik lebih jauh pernyataan Norman, tentang memperluas pengetahuan dan pandangan di luar musik, akan menjadi ambigu, ketika kita tidak benar-benar memahami tentang musik (unsur) itu sendiri. Seperti melodi yang menjelaskan tentang kumpulan interval nada, tinggi rendahnya yang terukur. Irama belajar tentang rangkaian serta nilai ketukan dalam musik.

Birama mengetahui tentang pengulangan ketukan pada tiap rangkaian masa yang teratur. Harmoni mengetahui tentang rangkaian nada pembentuk akord yang memperindah musik. Timbre yakni tentang kualitas bunyi dari sumber bunyinya, bagaimana perbedaan dan kesamaannya. Tempo tentang cepat atau lambatnya ‘perjalanan’ sebuah melodi.

Dinamika pelajari tentang ‘tekstur’ keras atau lembutnya sebuah bunyi, merangsang perasaan manusia, pengatur suasana dan mood di jiwa. Serta ekspresi adalah gambaran semua perasaan pada karya musik, bisa terlihat lewat mimic atau roman wajah, dan juga gestikulasi tubuh.

Hal-hal di Luar Musik

Kita sering terjebak, bahwa fungsi dari memainkan ataupun mendengarkan musik itu ‘hanyalah’ untuk hiburan semata. Memang, walaupun secara psikis itu sangat bermanfaat untuk membangkitkan mood ataupun semangat, tetapi banyak orang tak menyadari ada hal-hal lain ‘di luar musik’, yang sebenarnya sangat mempengaruhi kehidupan lingkungan sosialnya, seperti fungsi musik sebagai komunikasi atau respon sosial, yakni bisa menyuarakan penindasan kaum marjinal.

Sebagai contoh, karya Iwan Fals, Ebit G. Ade, Gombloh, dan lain-lain, ataupun juga untuk memperkenalkan identitas etnis masyarakat tertentu, seperti karya Kaesang, Didi Kempot, ataupun musik neo tradisi, karya Ivan Nestorman. Musik pun dapat berguna untuk mengajarkan norma atau prilaku sosial, seperti bagaimana anak berprilaku pada orang tua, bagaimana mencintai alam ciptaan, ataupun bagaimana manusia saling menyayangi. Hingga musik itu juga bisa berfungsi sebagai alat pemersatu bangsa, lewat beragam karya lagu-lagu perjuangan, ataupun lagu-lagu nasionalis lainnya.

Musik sebagai Alat Pendidikan

Ada harapan baik sebenarnya, ketika topik tentang musik masuk menjadi salah satu pokok pembahasan di lingkungan pendidikan dasar, menengah, ataupun tinggi. Ada juga yang menjadikannya sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolahnya. Anak-anak mahir menjadi seorang player yang handal. Totalitas. Juara. Bahkan sampai terkenal. Namun apa kira-kira ‘hal lain’ di balik itu?

Saya mempunyai pengalaman ketika membimbing siswa bermusik. Mayoritas anak-anak yang mahir memainkan musik, sedikit berbeda prilakunya. Cenderung angkuh, sombong, malas, bahkan nakal. Ini tentunya sebuah paradoks, ketika pola Latihan atau pola pembentukannya langsung mengarahkan mereka untuk langsung ‘bersentuhan’ dengan alat musiknya. Pikiran mereka hanya ke titik itu; alat musik, ‘’bagaimana saya bisa hebat dengan alat ini?’’.

Apalagi ketika disiapkan stage pementasan, mendapatkan tepukan tangan, disitulah keanehan bermusik sering terjadi. Hal ini tentunya sangat merugikan anakitu sendiri, ataupun teman lainnya ketika mereka semisal memainkan ansambel, ataupun menyanyikan vocal group atau paduan suara, anak-anak hebat itu menjadi perusak dalam kelompoknya.

Langkah selanjutnya adalah mengubah pola. Lebih menekankan untuk mereka tidak cepat-cepat menjadi player, tetapi dengan proses yang harus panjang. Bulan pertama biasanya mereka belajar tentang kepribadian, ataupun timnya, dibuat survei sederhana tentang dirinya sendiri ataupun kelompoknya, dievaluasi, serta direfleksi.

Proses selanjutnya mengenal alat musikyang akan dikuasainya. Apabila itu merupakan alat musik tradisional, di-explore asal muasal dan filosofi alat musiknya, penggunaannya, dan juga sejarahnya. Apabila akan memainkan lagu, biasanya memilih lagu awal bertema keluarga, agar ia bisa mencintai dirinya dan keluarganya, dilanjutkan dengan lagu-lagu yang bertemakan alam, agar ia bisa mencintai alam dan segenap penciptanya, dilanjutkan dengan lagu-lagu bertemakan isu sosial, budaya, ataupun nasionalisme. Dicerna masing-masing syairnya guna memahami betul makna dan filosofi dibalik karya penciptaan lagu tersebut, serta mulai mengaitjkannya dengan hasil survei tentang kepribadiannya, agar ia benar-benar memahami seluruh karya yang akan dimainkannya nanti.

Hasilnya anak-anak yang melalui proses panjang seperti ini, biasanya lebih matang dalam kepribadian, dan mereka bisa memaknai dan menciptakan outcome dalam keseharian proses pendidikan di sekolah. Mereka lebih tenang, matang, peramah, dan hubungan sosial kekeluargaan dengan sesama sahabatnya nampak terbaca.

Unsur Musik Vs Karakter

Permainan musik yang dimainkan secara bersama-sama atau ansambel memberikan banyak pelajaran karakter didalamnya. Begitu pun dalam paduan suara. Semisal bagaimana si penyanyi mempelajari sikap saling menghormati atau menghargai, dengan memahami bahwa si canctus firmus (pembawa melodi utama) adalah utama dalam bermusik atau bernyanyi.

Biasanya dibawakan oleh penyanyi Soprano. Dengan sendirinya Alto, Tenor, ataupun Bass, mesti menahan kekuatan suaranya, agar tidak mendominasi bahkan menutupi canctus firmus. Demikian pun di dalam masing-masing partai suaranya, setiap penyanyi mesti bisa saling mendengarkan dan merasakan untuk bisa bernyanyi unisono (satu suara), taka ada satupun yang mendominasi, walaupun ia adalah penyanyi dengan suara terbaik.

Ada juga semisal untuk melatih kedisiplinan, yakni dengan menghargai tiap bagian pada musik, nilai notasi, membaca tanda diam, tanda tempo, ataupun tanda dinamika. Kapan menyanyikan (membunyikan) largo, adagio, maestoso, moderato, bahkan presto. Juga kapan membunyikan pianissimo, mezzo forte, forte, bahkan fortissimo.

Semua latihan itu sebenarnya berhubungan erat dengan pelajaran tentang nilai-nilai karakter pada manusia. Masih banyak contoh konkrit lainnya, yang menjelaskan betapa mahalnya belajar musik karena dapat mempengaruhi ataupun merubah karakter hidup manusia. Jika pola pelajaran ataupun latihan musik ditangani dengan baik di lingkungan-lingkungan pendidikan, jelas itu merupakan sarana terpenting untuk memajukan Pendidikan itu sendiri, karena menggunakan music untuk mempelajari sampai menghasilkan outcome pada standar kelulusan peserta didik.

Masihkah musik hanya dianggap sebagai hiburan semata? Adakah guru-guru musik mengajarkan anak-anak didiknya hanya menjadi seorang player, tanpa menelisik “outcome”-nya? Adakah lembaga pendidikan yang mengharamkan atau pemimpinnya tak peduli pada proses bermusik anak-anak di sekolahnya? Masihkah syair-syair pada lagu perjuangan hanya peneman suara yang fals pada upacara bendera di pagi hari. Ataukah dentuman irama lagu Mars hanya menjadi peneman tugas conductor yang justru menggiringnya ke lagu Hymne?

Mari bermusik dengan apa yang paling sederhana di sekitar kita. Musik adalah bunyi. Bunyi-bunyi kehidupan. Bunyi-bunyi kenangan. Bunyi-bunyi perjalanan. Bunyi-bunyi kisah. Bunyi-bunyi doa. Bunyi bunyi perjuangan. Dan bunyi bunyi harapan. Bunyi bunyi kedamaian.

Selamat Hari Musik Nasional. Music connects people. Stop war in Rusia – Ukraina, Israel – Palestina. (*)

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini