Perspektif Wanita dalam Kartini Masa Kini

0
40
Oleh Simeon Sion

“Habis gelap, terbitlah terang”. Sepenggal kalimat ini oleh sebagian besar anak bangsa sudah menjadi ikonik seorang Kartini sebagai tokoh pejuang emansipasi wanita Indonesia masa sebelum kemerdekaan. Oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno, ia ditetapkan sebagai salah satu dari deretan pahlawan Nasional Indonesia sesuai dengan Ketetapan Presiden RI nomor 108 tanggal 02 Mei 1964.

Hari kelahirannya 21 April diperingati sebagai hari besar nasional dan wajib diperingati. Wanita kelahiran Jepara tahun 1879 ini telah memiliki dedikasi yang tinggi bagi bangsa Indonesia sebagai pencetus persamaan gender antara kaum wanita dan kaum pria. Penindasan atas dasar adat istiadat telah mengurung kebebasan kaum wanita untuk memiliki kedudukan yang sama dengan kaum pria.

Ia menentang adat atau kebiasaan dijamannya yang merendahkan martabat kaum wanita sebagai budak seks, sahabat dapur dan pembantu laki-laki. Ia menentang kaum wanita yang terpasung harkat dan martabatnya tak bisa menatap dunia luar atas dasar hegemoni lelaki semata. Sebagai wanita yang cerdas ia tak menyiakan-nyiakan kapal Belanda yang keluar masuk Indonesia saat itu meski berstatus sebagai penjajah. Ia bertukar ilmu dengan wanita-wanita Belanda guna menyelaraskan buah pikirannya demi kemajuan wanita Indonesia. Ide-ide brilian ini akhirnya dinoktahkan dalam sebuah buku berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang).

Perjuangan Kartini tak bisa dipatahkan oleh kekuatan manapun termasuk kekuatan penjajah Belanda pada saat itu. Secara sporadis kaum wanita seperti Dewi Sartika dan beberapa pejuang wanita lainnya turut terlibat dalam aksi bela tanah air hingga mencapai puncaknya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Roh Kartini dalam Wanita Masa Kini

Pandemi Covid-19 sejak Maret 2019 lalu telah meluluhlantakkan perekonomian Indonesia. Berbagai kebijakan telah diberlakukan pemerintah demi mengurangi laju penyebaran virus yang mematikan ini. Banyak aktifitas semuanya dilakukan dari rumah.

Kisah ini sedikit memantik kaum wanita mengenang kisah-kisah masa lalu didalam dekapan penjajah. Covid-19 memaksa kaum wanita bekerja dari rumah saja, mengurus rumah tangga, menjaga anak dan meramu dapur keluarga. Tetapi yang perlu diingat, meski raga mereka terpasung jiwa dan pikiran mereka malampaui dunia.

Motor penggerak kehidupan rumah tangga berada pada genggaman mereka. Guru sejati nan kodrati ada pada mereka. Dikala sekolah memberlakukan sekolah daring merekalah guru primer bagi anak-anaknya. Di kala sang suami menjajal kesuksesan luar biasa merekalah dibalik semuanya. Dia diibaratkan sebagai seorang sutradara rumah tangga yang menghasilkan sinetron cinta sejati yang sukses luar biasa.

Perjuangan mereka menembus sekat egoisme kaum pria. Sebagai bukti bangsa ini pernah dipimpin presiden wanita. Para menteri kabinet yang cerdas hanya pada wanita. Kekuatan roh Kartini telah membawa perubahan berbagai tata aturan hukum negeri ini. Sebut saja Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 sedikitnya mengatur tentang peran wanita dalam dunia politik, dan Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dengan  obyek utama adalah ibu rumah tangga yang adalah Wanita itu sendiri. Masih ada lagi undang-undang lainnya yang mengatur tentang hak-hak wanita, menunjukkan kedudukan seorang wanita yang memiliki kedudukan sama dengan kaum laki-laki.

Di hari Kartini ini patutlah kita menempatkan derajat kaum wanita Indonesia diatas segala-galanya, karena mereka memiliki ciri-ciri keutamaan dalam sejarah kehidupan manusia bila dibandingkan kaum laki-laki. Ia adalah partner Allah dalam melahirkan manusia baru didunia ini. Kepekaan yang tinggi akan kehidupan keluarga serta masa depan anak-anaknya hanya berada dipundaknya. Ia sanggup membawa kegelapan duniawi manusia menuju terang kehidupan dengan ajarannya.

Tak sedikit anak di Indonesia yang berantakan kehidupannya semenjak ditinggalkan ibunya. Ia menjadi arogan, putus asa dan kehilangan harapan hidupnya. Ini semua karena sifat keibuan tidak pernah disandangnnya. Kelembutan, kasih sayang, kesabaran dan kebaikan hanya ditemukan pada sifat khas seorang ibu(mohon maaf bukan plesetan untuk kaum bapak). Benar-benar surga berada ditelapak kaki ibu.

Kiranya refleksi hari Kartini tahun ini sanggup membawa kita kepada kebesaran Tuhan yang telah menghadirkan wanita didunia ini dan dengan itu wanita dijadikan sahabat yang setara bukan berada dibawah kekuatan kaum laki-laki serta memberikan mereka ruang eksperimen hidup guna menjadikan hidup lebih hidup. 

Sebelum tulisan ini diakhiri, ada beberapa point permenungan yang wajib kita simak. Pertama, jadikan wanita bunga dunia yang wajib kita pelihara dan rawat untuk memancarkan indahnya kehidupan. Dunia menjadi kalem ditengah keberingasan lelaki.

Kedua, jauhkan kekerasan dari tubuh dan jiwa mereka. Jangan biarkan dirinya disakiti agar ia tidak memberikan noda luka pada keluarga yang diwarisinya terutama anak-anak kita. Ketiga, wanita adalah orator keluarga. Perspektif komunikasi yang efektif hanya terjadi pada wanita. Mereka bisa mempengaruhi dunia sosialnya dan juga membawa perubahan drastis dalam keluarga. Untuk itu biarkan mereka menjadi early warning bagi keluarga serta mempelajari hal-hal yang positif diluar rumahnya untuk membangun keluarganya. Biarkan ia menginspirasi dunia luar demi kemajuan bangsa yang besar.

Keempat, biarkan ia menjadi guru abadi untuk kita semua karena didalam tangannya ada kesuksesan bagi anak-anak serta suami yang menjadi penyokong kehidupan rumah tangga. Dan kelima, meski jiwa dan badan terpasung biarkan pikirannya bebas untuk menjangkau luasnya dunia demi menerangi kehidupan yang kian gelap ditengah pandemi covid-19. Selamat Hari Kartini, Kartini muda Indonesia harapan bangsa. (Artikel ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul “Perspektif Wanita sebagai Kartini Masa Kini”, https://www.kompasiana.com/sumardianasion0381/607ff2648ede4866cf5a1a22/perspektif-wanita-sebagai-kartini-masa-kini)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini