Kota Kupang, SEKOLAHTIMUR. COM – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Linus Lusi, S.Pd., M.Pd., mengungkapkan, Umbu Landu Paranggi merupakan sosok yang kontemplatif dan monumental. Oleh sebab itu, sebagai bentuk penghormatan dan menghidupkan karya-karyanya, nama Aula Biru Dinas PK NTT diubah menjadi Aula Umbu Landu Paranggi.
Hal tersebut diungkapkan Linus Lusi dalam kegiatan Bedah dan Launching Buku “Umbu Sang Metiyem” karya Robertus Fahik pada Selasa (22/08/2023) di Kantor Dinas Kearsipan dan Perpustakaan NTT.
“Senang sekali para pecinta literasi dan sastra yang di dalam ruangan ini, kita menghidupkan Umbu di dalam pertemuan-pertemuan. Mendengar ciutan tadi, Umbu ini terasa asing sekali di kalangan pelajar dan pendidik, apalagi masyarakat awam,” ungkapnya.
“Tetapi kalau kita menyimak lebih lanjut buku dari Robertus Fahik, bagi saya karya-karya Umbu itu lahir dari sebuah kesunyian dan bertumbuh dalam kesenyapan. Dari referensi yang saya baca, bagi saya Umbu adalah cendikiawan budaya. Dia tidak butuh sekolah dan gelar. Karya Umbu sangat monumental, tapi kurang dilirik,” jelas Linus Lusi saat menanggapi isi buku tersebut.
Lebih lanjut, Linus Lusi mengharapkan buku tersebut dapat meningkatkan minat baca, khususnya di dalam keluarga, sehingga mampu mengatasi rendahnya literasi membaca dan menulis.
“Baru-baru ini kita semua sudah membaca di banyak media masa bahwa kemampuan literasi baca dan tulis di tingkat SD di Kota Kupang sangat memprihatikan. Salah bunda mengandung atau salah kita-kita yang ada di sektor pendidikan. Ini tugas bagi kita,” ujarnya.
“Sehingga dengan karya sastra ini, kita bisa mempelopori gerakan-gerakan literasi membaca dari dalam keluarga. Sebagai penghormatan dalam diskusi kita hari ini dan untuk Bapak Umbu, Aula Biru di Dinas PK NTT akan diberi nama Umbu Landu Paranggi,” tegasnya.
Akademisi yang membedah buku tersebut, Dr. Lanny Koroh, S.Pd., M.Hum., menyampaikan, buku tersebut dapat merekatkan pendidikan karakter kepada anak-anak di era digitalisasi dan segala kemajuannya, layak untuk di baca oleh pendidik dan peserta didik.
“Buku ini saya rekomendasikan agar dibaca oleh para pendidik dan peserta didik, karena sastra sebenarnya adalah fondasi dasar bagi kita dalam memulai merekatkan pendidikan karakter kepada anak-anak didik kita serta akan lebih manis dan segar kalau dibahas dengan sastra,” ungkap Lanny Koroh selaku pembedah buku tersebut.
“Buku ini layak untuk adik-adik. Guru-guru juga kalau bisa dalam proses pembelajaran, buku-buku ini layak ada di sekolah-sekolah terutama dalam proses pendidikan pembelajaran Bahasa Indonesia. Kenapa? Karena di dalam buku ini memuat banyak esai yang mendidik, untuk merekatkan pada pendidikan karakter yang di era digitalisasi sekarang sibuk sekali didengungkan. Buku seperti ini penting sekali untuk direkomendasi,” urainya.
Sementara itu Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTT, Elis Setiati, S.Pd., M.Hum., menuturkan, Umbu Landu Paranggi adalah sosok yang patut untuk diteladani, karena ia berkarya dalam diam dan memberi kesempatan pada yang muda untuk berkembang.
“Umbu adalah orang yang bergerak dalam kesunyian dan berada di belakang serta seorang konseptor yang memberikan waktu untuk tunas-tunas baru untuk berkembang. Ini yang harus kita ambil dan kita panuti dari Umbu. Ia selalu memberikan yang terbaik untuk orang lain. Itu alasan yang menjadikan Umbu tokoh sastra NTT, memang benar-benar kuat,” tegas Elis Setiati selaku penanggap dari perspektif bahasa dan sastra.
Elis Setiati juga menyebutkan, sastrawan ialah orang yang di dalam kesunyian masuk ke dalam penderitaannya dan kemudian dapat menghasilkan karya-karya yang luar biasa. Di samping itu, untuk menghidupkan sastra tidak hanya membutuhkan pemahaman teoritis semata melainkan juga sebuah praktik baik.
“Semakin pendiam seseorang, semakin sastrawi ia, karena berada dalam kesunyian. Penderitaan itulah yang membuat sastra itu hidup. Ketika orang masuk dalam penderitaan dan tahu dasar dari penderitaan dan karya-karyanya akan lahir. Karena orang yang sudah bahagia tidak akan mau menulis karena sudah merasa punya segalanya,” ungkapnya.
“Tunjukkan bahwa sastra itu menarik. Jangan membuat sastra ditakuti orang-orang. Ada dua hal dalam sastra yakni teoritis dan praktik baik. Yang bisa melakukan praktik baik adalah para sastrawan, penulis dan cerpenis, tetapi teoritis sulit. Masalahnya bagaimana membuat siswa menulis puisi dengan hatinya, itu saja. Jadi, para guru sastra itu tidak sulit, karena sastra selalu ada di dalam sebuah praktik yang baik,” pungkasnya.
Diketahui, kegiatan ini merupakan agenda kolaboratif Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi NTT, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Dinas Kominfo Provinsi NTT, dan Yayasan Pustaka Pensi Indonesia (YASPENSI), serta didukung oleh Bank NTT, BPR Chrysta Jaya, dan PT SBM Suzuki Dealer Mobil Oeba Kupang, dan media SEKOLAH TIMUR, dalam rangka HUT RI ke-78 dan mengenang 80 tahun penyair kelahiran Sumba Timur, Umbu Landu Paranggi (1943 – 2023). (Yosi Bataona/rf-red-st)